MANAJEMEN
PENGEMBANGAN MUTU
TENAGA
PENDIDIK
A. Deskripsi Teori
1.
Mutu Tenaga Pendidik
a.
Pengertian mutu tenaga pendidik (Guru)
Pengertian mutu dalam konteks
pendidikan mengacu pada masukan, proses,
keluaran dan dampaknya. Mutu masukan dapat dilihat dari berbagai sisi. Pertama,
kondisi baik atau tidaknya masukan sumber daya manusia seperti kepala
sekolah, guru, staf tata usaha, dan siswa. Kedua, memenuhi atau tidaknya
kriteria masukan material berupa alat peraga, buku-buku kurikulum, prasarana
dan sarana sekolah. Ketiga, memenuhi atau tidaknya kriteria masukan yang
berupa alat lunak, seperti peraturan struktur organisasi, deskripsi kerja, dan
struktur organisasi. Keempat, mutu masukan yang bersifat harapan dan
kebutuhan seperti visi, motivasi, ketekunan dan cita-cita. Pendidikan dikatakan
bermutu jika mampu melahirkan keunggulan akademik dan ekstrakulikuler pada
peserta didik yang dinyatakan lulus untuk suatu jenjang pendidikan atau
menyelesaikan program pembelajaran tertentu.[1]
Tenaga pendidik
sebagai seorang pendidik, sangat
berpengaruh dalam menghasilkan kualitas proses pembelajaran yang tinggi, guru
sebagai pimpinan kelas membutuhkan kompetensi dan sertifikasi sebagai seorang
tenaga pendidik. Pendidik (Guru) yang professional terbentuk dari adanya
kompetensi yang dimiliki pendidik (guru), serta memiliki sertifikasi yang baik
dari pemerintah, sebagai seorang tenaga pendidik. Pendidik (Guru) membutuhkan
kemampuan yang baik dalam mengelola proses pembelajaran, adanya kompetensi dan
sertifikasi pada diri pendidik (guru) akan memudahkan dalam pengelolaan
kegiatan pembelajaran di sekolah, mutu seorang guru yang baik, memiliki pola
berfikir yang kreatif, inovatif, dan memiliki keterampilan yang baik dalam
menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sebagai tenaga pendidik. Berfikir
kreatif dan inovatif sangat dibutuhkan oleh tenaga pendidik (guru), hal ini akan terbentuk dengan adanya landasan
dan kemampuan dalam mengembangkan proses pembelajaran di sekolah.[2]
Menurut Sallis, dalam bukunya
Sudarwan Danim, mutu dapat diartikan sebagai derajat kepuasan luar biasa yang
diterima oleh customer sesuai dengan
kebutuhan dan keinginan. Adapun menurut achmad dalam bukunya Sudarwan Danim
mengemukakan bahwa mutu pendidikan disekolah dapat diartikan sebagai kemampuan
sekolah dalam mengelola secara oprasional dan efisien terhadap
komponen-komponen yang berkaitan dengan sekolah, sehingga menghasilkan nilai
tambah terhadap komponen tersebut menurut norma atau standar yang berlaku.[3]
Menurut Undang-undang No 14 tahun
2005 pasal 1 (1) yang dimaksud “guru yaitu pendidik
profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,
melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini
jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah”.[4]
Pada pasal 2 ayat (1) menyatakan bahwa “guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga
profesional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan
anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang diangkat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.[5]
Pengakuan kedudukan
tenaga pendidik (guru) sebagai tenaga profesional tersebut dapat di buktikan
dengan sertifikasi pendidikan. Pada pasal 39 (2) UU Sistem Pendidikan Nasional
menyatakan bahwa “Pendidik
merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses
pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan,
serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi
pendidik pada perguruan tinggi.[6]
Tenaga pendidik (guru) sebagai
tenaga profesional yang merupakan faktor penentu mutu pendidikan harus memiliki
ketrampilan manajemen di sekolah dan harus berperan sebagai pengembang budaya
belajar siswa. Dalam tingkatan oprasional guru, guru merupakan penentu
keberhasilan pendidikan melalui kinerjanya pada tingkat institusional,
intruksional, dan eksprensial. Depdikbud menyatakan bahwa guru merupakan sumberdaya
manusia yang mampu mendayagunakan faktor-faktor lainnya sehingga tercipta
proses belajar mengajar bermutu dan menjadi faktor utama yang menentukan mutu
pendidikan[7]
Dengan demikian dari pengertian
di atas mutu tenaga pendidik (guru) mempunyai peranan dan kunci dalam
keseluruhan proses pendidikan. Dalam hal ini kekuatan dan mutu pendidikan suatu
negara dapat dinilai dengan mempergunakan faktor mutu tenaga pendidik (guru)
sebagai salah satu induk utama. Itulah sebabnya antara lain mengapa mutu tenaga
pendidik (guru) merupakan faktor yang mutlak didalam pembelajaran. Makin
sungguh-sungguh sebuah pemerintahan untuk membangun negerinya, makin menjadi
penting kedudukan mutu tenaga pendidik (guru).
b.
Standar Mutu Tenaga Pendidik (Guru)
Standar yang dijadikan paramenter
atau ukuran tinggi rendahnya mutu atau kualitas tenaga pendidik (guru) dalam
kinerja ataupun produktivitasnya adalah kompetensi guru. Hal tersebut tercermin
dalam PP No 32 Tahun 2013 pasal 2A bahwa: “Standar Kompetensi Lulusan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) digunakan sebagai acuan utama
Pengembangan Standar Isi, Standar Proses, Standar Penilaian Pendidikan, Standar
Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Standar Sarana dan Prasarana, Standar
Pengelolaan, dan Standar Pembiayaan”.[8]
Dari ke delapan Standar Nasional
Pendidikan tersebut yang sangat berhubungan langsung dengan tugas seorang
pendidik adalah standar pendidik dan tenaga kependidikan. Standar pendidik dan
tenaga kependidikan dalam SNP pasal 28 (1) bahwa: “Pendidik harus memiliki kualifikasi
akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani,
serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional”.
Sedangkan ayat (2) menjelaskan bahwa: “kualifikasi akademik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi
oleh seorang pendidik yang dibuktikan dengan ijazah dan atau sertifikat
keahlian yang relevan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku”. Adapun
pada ayat (3) menjelaskan bahwa: “kompetensi sebagai agen pembelajaran pada
jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi:
kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan
kompetensi sosial.[9]
Dari penjelasan di atas dapat di
simpulkan, bahwa standar yang dimaksud adalah suatu kriteria yang telah
dikembangkan dan ditetapkan berdasarkan atas sumber, prosedur, dan manajemen
yang efektif. Sedangkan kriteria adalah sesuatu yang menggambarkan ukuran dan
keadaan yang dikehendaki. Sedangkan Secara konseptual, standar juga dapat
berfungsi sebagai alat untuk menjamin bahwa program-program pendidikan suatu
profesi dapat memberikan kualifikasi kemampuan yang harus dipenuhi oleh calon
sebelum masuk kedalam profesi yang bersangkutan.
1)
Profesionalisme Guru
Profesionalisme berasal dari
istilah profesional yang dasar
katanya adalah profession. Dalam
bahasa inggris, profesionalism secara
leksikal bearti sifat profesional. Profesionalisme merupakan suatu tingkah
laku, suatu tujuan, atau rangkaian kualitas yangg memadai atau melukiskan corak
suatu profesi.[10]
Menurut
Kunandar profesionalisme merupakan kondisi, arah, nilai, tujuan, dan kualitas
suatu keahlian dan kewenangan yang berkaitan dengan mata pencaharian seseorang.
Profesi juga diartikan sebagai suatu jabatan atau pekerjaan tertentu yang
mensyaratkan pengetahuan dan keterampilan khusus yang diperoleh dari pendidikan
akademis yang intensif.[11]
Dengan bertitik tolak dari
pengertian di atas, maka pengertian guru profesional adalah orang yang memiliki
kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu
melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuannya yang
maksimal. Dengan kata lain, guru profesional adalah orang yang terdidik dengan
baik, serta memiliki kemampuan yang kaya dibidangnya. Sebagaimana dengan sabda
Nabi Muhammad SAW:
عن ابي هريرة
رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلي الله عليه وسلم: إِذَا وُسِدًا ْلأَمْرُ
إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ فَانْتَظِرُ السَّاعَةُ (رواه البخارى)
“Dari abu Hurairah r.a. ia berkata :
Rasulullah saw telah bersabda :Apabila suatu perkara diserahkan kepada orang
yang bukan ahlinya maka tunggulah saat kehancurannya” (HR. Bukhari).[12]
Makna hadits tersebut dapat
dipahami bahwa betapa pentingnya keahlian yang harus dimiliki seorang tenaga
pendidik untuk melaksanakan tugas-tugas yang telah diamanatkannya, karena tugas
mengajar harus dilakukan oleh seorang tenaga pendidik yang benarbenar mempunyai
ilmu dibidang kependidikan.
Menurut Dedi Supriadi dan Trianto
dalam bukunya Moh Uzer Usman di jelaskan bahwa untuk menjadi guru profesional,
guru dituntut memiliki lima kemampuan (skill) yaitu:
a)
Mempunyai komitmen pada peserta didik dan proses belajarnya.
b)
Menguasai secara mendalam materi pelajaran yang akan
diajarkan serta cara mengajarnya (menggunakan metode yang sesuai dengan mata
pelajaran).
c)
Bertanggung jawab dan memantau hasil belajar peserta
didik.
d)
Mampu berfikir sistematis, kritis, taktis dan
strategis tentang apa yang dilakukannya, dan belajar dari pengalamannya.
e)
Mereka merupakan bagian dari masyarakat belajar
dalam lingkungan profesinya.[13]
Dengan demikian
profesionalisme guru merupakan kondisi, arah, nilai, tujuan dan kualitas suatu
keahlian dan kewenangan dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang berkaitan
dengan pekerjaan seseorang yang menjadi mata pencaharian.[14] Bedasarkan
pengertian diatas, pengertian profesionalisme guru adalah suatu pekerjaan yang
didalamnya terdapat tugas-tugas dan syarat-syarat yang harus dijalankan oleh
seorang guru dengan penuh dedikatif, sesuai dengan bidang keahliannya dan selalu
melakukan improvisasi diri.[15]
Dari
keseluruhan uraian tantang profesioanalisme guru, disimpulkan hahwa
profesionalisme guru merupakan suatu tuntutan profesi keguruan dengan berbagai
indikator sebagai alat untuk mencapai visi misi, tentu berfokus dalam bidang
pendidikan. Guru dapat dikatakan profesioanal apabila mampu melaksanakan tugas
dan syarat profesinya dengan penuh tanggung jawab.
2)
Kompetensi Tenaga pendidik
kompetensi tenaga pendidik (guru)
mempunyai banyak makna, Brokke and Stone yang dikutip oleh E. Mulyasa
mengemukakan bahwa kompetensi guru sebagai “descriptive
of qualitative nature of teacher behavior appears to be entirely meaningful ”(kompetensi
guru merupakan gambaran kualitatif tentang hakikat perilaku guru yang penuh
arti). Sementara Charles yang dikutip
oleh E. Mulyasa mengemukakan bahwa ”competency
as rational performance which satisfactorily meets the objective for a desired
condition” (kompetensi merupakan perilaku yang rasional untuk mencapai
tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan). Sedangkan
dalam Undang-undang republik Indonesia nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan
dosen, dijelaskan bahwa: “kompetensi adalah seperangkat pengetahuan,
ketrampilan dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru
atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. Kopetensi yang dimaksud
pada Undang-Undang diatas lebih diperjelas pada permendiknas Nomor 16 tahun
2007 (1) yang menyatakan bahwa “ guru
harus memenuhi standar kualifikasi akademik dan kopetensi guru yang berlaku
secara nasional”.[16]
Menurut Oemar Hamalik memberikan
syarat agar tenaga pendidik (guru) dalam bekerja dapat melaksanakan fungsinya
dan tujuan sekolah, guru harus memiliki kompetensi-kompetensi yaitu sebagai
berikut:
a)
Guru tersebut mampu melaksanakan peranan-peranannya
secara berhasil.
b)
Guru tersebut mampu bekerja dalam usaha mencapai
tujuan pendidikan (instruksional) sekolah.
c)
Guru tersebut mampu melaksanakan peranannya dalam
proses mengajar dan belajar dalam kelas.[17]
Dari
uraian di atas, nampak bahwa kompetensi mengacu pada kemampuan melaksanakan
sesuatu yang diperoleh melalui pendidikan; kompetensi guru menunjuk kepada
performance dan perbuatan yang rasional untuk memenuhi spesifikasi tertentu
didalam melaksanakan tugas-tugas pendidikan. Dikatakan rasional karena memiliki
arah dan tujuan, sedangkan performance merupakan perilaku nyata dalam arti
tidak hanya dapat diamati, tetapi mencangkup sesuatu yang tidak kasat mata.
Menurut
Undang-undang No 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen pasal 10 di kemukakan
bahwa kopetensi guru itu mecakup empat kopetensi yang meliputi
kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi
profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.[18]
Dengan demikian di dalam PP No. 32 tahun 2013 pasal 28 tentang Standar Nasional
Pendidikan yang tercantum pada ayat 3 menjelaskan bahwa seorang pendidik harus
memiliki empat kopetensi yang meliputi:
a.
Kompetensi pedagogik
Kompetensi
pedagogik merupakan kemampuan guru dalam pengolaan pembelajaran peserta didik.
Dalam standar nasional pendidikan, penjelasan pasal 28 ayat (3) butir a di
kemukakan bahwa kompetensi pedagogik yang dimiliki oleh tenaga pendidik (guru)
sekurang-kurangnya meliputi:
1)
Pemahaman wawasan atau landasan kependidikan.
2)
Pemahaman terhadap peserta didik.
3)
Pengembangan kurikulum atau silabus.
4)
Perencanaan pembelajaran.
5)
pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis.
6)
Pemanfaatan teknologi pembelajaran.
7)
Evaluasi hasil belajar.
8)
Pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan
berbagai potensi yang dimilikinya.[19]
Salah
satu betuk oprasional kompetensi pedagogik guru adalah dalam kemampuannya
mengembangkan kurikulum pada tingkat pembelajaran, yang mana guru yang memiliki
kompetensi pedagogik yang memadai akan selalu berupaya memperbaiki proses
pembelajarannya melalui rancangan rencana pembelajaran yang mereka buat. Hal
ini sesui dengan yang dikemukakan Parke dan Cobie dalam bukunya Jamil
Suprihatiningrum mengemukakan bahwa pengembangan kurikulum pada tingkat
pembelajaran yang dilakukan oleh guru merupakan upaya perbaikan kegiatan
pembelajaran yang menghubungkan antara teori dan praktik, dan dampaknya
terhadap peningkatan prestasi dan perbaikan sikap siswa.[20]
Menurut
Slamet PH dalam bukunya Syaiful Sagala menjelaskan bahwa kompetensi pedagogik
terdiri dari sub-kompetensi di antaranya;
a)
Berkontribusi dalam pengembangan KTSP yang terkait
dengan mata pelajaran yang diajarkan.
b)
Mengembangkan silabus mata pelajaran berdasarkan
standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD).
c)
Melaksanakan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP)
berdasarkan silabus yang telah dikembangkan.
d)
Merancang manajemen pembelajaran dan manajemen
kelas.
e)
Melaksanakan pembelajaran pro-perubahan (aktif,
kreatif, inovatif, eksperimentatif, efektif dan menyenangkan).
f)
Menilai hasil belajar peserta didik secara otentik.
g)
Membimbing peserta didik dalam berbagai aspek,
misalnya: pelajaran, kepribadian, bakat, minat dan karir.
h)
Mengembangkan profesionalisme sebagai guru.[21]
Kaitannya dengan kompetensi
pedagogik yang dimiliki oleh seorang guru, Islam memberikan posisi yang mulia,
sehingga posisi ini menyebabkan mengapa Islam menempatkan orang-orang yang
beriman dan berilmu pengetauhan lebih tinggi derajatnya bila dibandingkan dengan
lainnya, sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Qur’an surat Al- Mujadalah ayat
11:
Æìsùöt ª!$# tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä öNä3ZÏB tûïÏ%©!$#ur (#qè?ré& zOù=Ïèø9$# ;M»y_uy 4 ª!$#ur $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ×Î7yz ÇÊÊÈ
“Allah
akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang
diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat". (Al-Mujaadilah: 11).[22]
Berdasarkan uraian di atas, dapat
disimpulkan bahwa kompetensi pedagogik merupakan kemampuan seorang guru dalam
mengelola pembelajaran yang dimulai dari bagaimana guru memahamkan peserta
didiknya, merancang dan melaksanakan pembelajaran, mengevaluasi hasil belajar,
dan membantu peserta didik dalam mengembangkan berbagai potensi yang dimiliki
oleh peserta didiknya.
b.
Kompetensi kepribadian
Dalam Standar Nasional Pendidikan , penjelasan
pasal 28 (3) butir b menjelaskan bahwa yang dimaksud Kompetensi kepribadian
merupakan kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan
berwibawa, menjadi teladan bagi siswa, dan berakhlak mulia.[23]
Kompetensi
kepribadian sangat besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan perkembangan
pribadi para peserta didik. Kompetensi kepribadian ini memiliki peran dan
fungsi yang sangat penting dalam membentuk kepribadian anak, guna menyiapkan
dan mengembangkan sumberdaya manusia.[24]
Guru
adalah panutan, Sebagai panutan guru harus berakhlak mulia dan mampu
mempraktikkan apa yang diajarkan dalam kehidupan sehari-hari. Mampu mengerjakan
apa yang diajarkan merupakan prinsip yang sangat penting agar guru dapat di
percaya oleh masyarakat. Dengan demikian, guru yang memiliki kompetensi
kepribadian yang baik akan memengaruhi cara mengajar mereka sehingga berdampak
pada peningkatan kualitas pembelajaran.[25]
c.
Kompetensi sosial
Kompetensi sosial merupakan kemampuan
guru sebagai bagian dari masyarakat yang sekurang-kurangnya meliputi:
1)
berkomunikasi lisan, tulisan, dan atau isyarat
secara santun.
2)
Menggunakan teknologi komunikasi dan informasi
secara fungsional.
3)
Bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama
pendidik, tenaga kependidikan, pimpinan satuan pendidikan, orang tua atau wali
peserta didik.
4)
Bergaul secara santun dengan masyarakat
sekitardengan mengindahkan norma serta sistem nilai yang berlaku.
5)
Menerapkan prinsip persaudaraan sejati dan semangat
kebersamaan.[26]
Oleh karena itu, kemampuan untuk
mendengar, melihat, dan memperhatikan tuntutan dan kebutuhan masyarakat sangat
perlu di tingkatkan. Hal ini perlu dilakukan karena guru adalah manusia biasa
yang juga merupakan bagian dari masyarakat sehingga keberadaannya di masyarakt
harus menunjukkan kompetensi sosial yang baik. Kompetensi sosial sangat penting
dimiliki oleh seorang guru karena mempengaruhi kualitas pembelajaran dan
motivasi belajar siswa. Hubungan yang akrab antara guru dan siswa menyebabkan
siswa tidak takut atau ragu mengungkapkan permasalahan belajarnya. Hubungan
yang demikian hanya hanya dapat tercipta bila seorang guru memiliki kemampuan
bergaul dan berkomunikasi yang baik. Selain itu untuk menciptakan kultur
sekolah yang baik, guru juga harus mampu menciptakan suasana kerja yang baik
melalui bergaulan dan berkomunikasi yang baik dengan dengan teman sejawat yang
ada di lingkungan sekolah.[27]
d.
Kompetensi Profesional
Kompetensi
profesional merupakan kemampuan guru dalam menguasai pengetauhan bidang ilmu pengetauhan,
teknologi, dan atau seni dan budaya yang di ampunya yang sekurang-kurangnya
meliputi penguasaan: (a). Materi pelajaran secara luas, dan mendalam sesui
dengan dengan standar isi program satuan pendidikan, mata pelajaran, dan atau
kelompok mata pelajaran yang akan diampu; (b). Konsep dan metode disiplin
keilmuan, teknologi, atau seni yang relevan, yang secara konsep tual menaungi
atau koheren dengan satuan program pendidikan, mata pelajaran dan atau kelompok
mata pelajaran yang akan dia ampu.[28]
Dalam
Standar Nasional Pendidikan (SNP), penjelasan pasal 28 (3) butir c dikemukakan
bahwa yang dimaksud dengan kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan
materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkan membimbing
peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar
Nasional Pendidikan.
Kompetensi
profesional yang dimiliki seorang tenaga pendidik (guru) sekurang-kurangnya
harus memiliki penguasaan yang diantaranya:
1)
Materi pelajaran secara luas dan mendalam sesuai dengan
standar isi program satuan pendidikan, mata pelajaran, dan atau kelompok mata
pelajaran yang akan diampu.
2)
Konsep dan metode disiplin keilmuan, teknologi, atau
seni yang relevan, yang secara konseptual menaungi atau koheren dengan program
satuan pendidikan, mata pelajaran, dan atau kelompok mata pelajaran yang akan
diampu.[29]
Dari
penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa penting bagi seorang guru untuk
menguasai dan melaksanakan semua indikator yang ada pada masing-masing
kompetensi baik kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial maupun profesional.
Dari keempat kompetensi tersebut, ialah satu kompetensi yang wajib dimiliki
oleh seorang guru adalah kompetensi pedagogik. Seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya bahwa kompetensi pedagogik adalah kemampuan seorang guru dalam
melaksanakan mengelola pembelajaraan.
2.
Manajemen Pengembangan SDM
a.
Pengertian Manajemen Pengembangan SDM
Manajemen adalah proses pendayagunaan seluruh sumber
daya yang dimiliki organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetpkan. Sedangkan
Manajemen sumber daya manusia adalah pendayagunaan, pengembangan, penilaian,
pemberian balas jasa, dan pengelolaan individu anggota organisasi atau kelompok
pekerja. Manajemen SDM juga menyangkut desain pekerjaan, perencanaan pegawai,
seleksi dan penempatan, pengembangan pegawai, pengelolaan karir, kompensasi,
dan evaluasi kinerja pengembangan tim kerja. Manajemen sumber daya manusia
adalah suatu proses menangani berbagai masalah pada ruang lingkup pegawai,
buruh, manajer, dan tenaga kerja lainnya untuk menunjang aktivitas organisasi
demi mencapai tujuan yang telah ditentukan.[30]
Menurut
Hanry L. Sisk mendefinisikan: Management is the coordination of all
resources through the processes of planning organizing, directing and
controlling in order to attain stated objectives.[31]
Manajemen pengembangan Sumber
daya Manusia menurut Gouzali dalam bukunya kadarisman menjelaskan bahwa
pengembangan SDM merupakan kegiatan yang harus dilaksanakan oleh organisasi,
agar pengetahuan (knowledge),
kemampuan (ability), dan ketrampilan
(skill) mereka sesuai dengan tuntutan
pekerjaan yang mereka lakukan. Dengan demikian, pengembangan SDM merupakan
sebuah cara efektif untuk menghadapi tantangan-tantangan yang ada dalam suatu
lembaga atau organisasi. Dengan demikian pengembangan SDM merupakan sebuah cara
untuk menghadapi tantangan-tantangan, termasuk ketertinggalan SDM serta
keragaman SDM yang ada dalam organisasi. Dalam menghadapi tantangan-tantangan
unit kepegawaian dan personalia SDM dapat memelihara para SDM yang efektif sesuai
dengan program pengebangan sumber daya manusia.[32]
Menurut A. Noe
menjelaskan, Human
resource management refers to the policies, practices, and system that influnce
employes behavior, attitudes, and performance. many companies refer to human
resource management as inflowing "people practices. emphasizes that there
are several important human resaurce management practices. the strategy
underlying these practices needs to be considered to maximize their influence
on company performance. as the figure shows, human resource management
practices include analyzing and designing work, determining human resource need
(HR planning), attracting potential employees (recruiting), choosing employess
(selection), teaching employess how to perform their jobs and preparing them
for the future (training and development), rewarding employess (compensation),
evaluating their performance (performance management), and creating a positive
work environment (empoyee relations).[33]
Manajemen sumber daya manusia (human resaurce management) mengacu pada
kebijakan-kebijakan, praktik, serta sistem-sistem yang mempengaruhi perilaku,
sikap, dan kinerja pegawai. MSDM adalah proses untuk memperoleh, melatih,
menilai, dan mengompensasi pegawai, dan untuk mengurus relasi kerja, serta
hal-hal yang berhubungan dengan keadilan. MSDM merupakan unsur terpenting dalam
setiap organisasi, keberhasilan organisasi utuk mencapai suatu tujuan agar
dapat menghadapi tantangan, baik yang bersifat eksternal maupun internal.[34]
Hasibuan dalam bukunya Muhammad Mustari
menjelaskan bahwa manajemen adalah ilmu
dan seni yang mengatur proses pemanfaatan sumberdaya manusia dan sumber-sumber
lainya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
Sementara GR Terry mengemukakan bahwa
manajemen adalah suatu proses yang mempunyai ciri khas yang meliputi segala
tindakan-tindakan perencanaan, pengarahan, pengorganisasian, dan pengendalian
yang bertujuan untuk menentukan dan mencapai sasaran-sasaran yang sudah di
tentukan melalui pemanfaatan berbagai sumber, diantaranya sumberdaya manusia.[35]
Berdasarkan pengertian MSDM
diatas, maka dapat disimpulkan bahwa manajemen sumber daya manusia adalah suatu
kegiatan yang diterapkan dan harus di laksanakan oleh organisasi untuk
peningkatan sumber daya manusia yang diharapkan dapat memperbaiki dan mengatasi
kekurangan yang berdampak pada peningkatan kerja organisasi untuk mencapai
tujuan dan hasil yang optimal.
b.
Tujuan Pengembangan
Sumber Daya Manusia
Tujuan pengembangan SDM kususnya
dalam lembaga pendidikan adalah untuk memperbaiki efektifitas kerja pedidik
dalam mencapai hasil-hasil kerja yang telah di tetapkan. Perbaikan efektifitas
kerja dapat dilakukan dengan cara memperbaiki pengetahuan, ketrampilan, maupun
sikap pendidik terhadap tugas-tugasnya. Dengan demikian, ketrampilan pendidik
dalam melakukan tugasnya sebagai pendidik, merupakan salah satu faktor dalam
usaha untuk mencapai suksesnya tujuan pendidikan.[36]
Untuk mencapai kebermaknaan
sumber daya manusia yang optimal, maka diperlukan manajemen dengan tujuan yang
jelas di antaranya:
1)
Tujuan personal (personal
objective); yaitu membantu sumber daya manusia untuk mencapai tujuan diri
individunya. Tujuan individual ini berentang dari yang sangat teknis sampai
dengan yang aspirasi, dan dari tujuan jangka pendek sampai dengan jangka
panjang.
2)
Tujuan fungsional (functional objective); MSDM adalah tujuan yang memelihara
kontribusi bagian-bagian dalam organisasi agar sumberdaya manusia pada
bagian-bagiian itu dapat menjalankan tugas secara optimal. Dengan demikian,
manajemen bertugas untuk mengoptimalkan agar setiap sumber daya manusia dapat
berkontribusi pada bagian tugas dan fungsi yang dijalankan.
3)
Tujuan organisasional (organizational objective); MSDM dalah tujuan yang terkait dengan
tujuan keefektifan organisasi. Tujuan organisasional ini tercermin dari
pencapaian kinerja dan produktivitas organisasi. Tujuan manajemen tidak lain
agar pengelolaan SDM memberikan kontribusi positif bagi perkembangan organisasi
dan pendayagunaan sumber-sumber yang lain.
4)
Tujuan masyarakat (society objective); yaitu tujuan untuk memenuhi kebutuhan dan
tantangan yang timbul di masyarakat, sehingga organisasi diharapkan dapat
memberi manfaat atau keuntungan bagi masyarakat. Pencapaian tujuan masyarakat
merupakan dampak (outcomes) yang itmbul dari pencapaian tujuan sebelumnya yaitu
tujuan organisasional.[37]
Peningkatan sumber daya terhadap
peningkatan Mutu dan profesionalisme pendidik (guru) dan tenaga kependidikan
juga dijadikan sebagai prioritas utama dalam pembangunan pendidikan, karena
tenaga pendidik (guru) merupakan salah satu elemen penting dalam sistem
pendidikan, bahkan komponen-komponen lain tidak akan berarti banyak apabila
guru dalam proses pembelajaran tidak mampu berinteraksi dengan peserta didik
dengan baik dan secara sempurna apalagi tidak mampu menghasilkan peserta didik
yang berkualitas.[38]
Tujuan manajemen sumber daya
manusia pendidikan sebagaimana di kemukakan diatas menunjukkan bahwa tujuan itu
berbeda dengan tujuan manajemen sumber daya manusia pada bidang lainnya. Tujuan
manajemen sumber daya manusia pendidikan yaitu pencapaian kinerja pendidik
untuk menciptakan kondisi kerja yang haronis tanpa pengorbanan unsur-unsur
manusia yang terlibat dalam kegiatan pendidikan. Kegiatan manajemen ini terkait
dengan kompetensi yang pada gilirannya dapat diukur mutu dan kadar
profesionalitasnya. Menurut Subroto dalam bukunya Nurul Ulfatin menjelaskan
bahwa pemberdayaan kompetensi pendidik berpengaruh terhadap kinerja pendidik
dan kualitas pendidikan. Artinya, manajemen SDM akan baik jika didukung oleh
pendidik yang kompeten.
Dalam peningkatan kompetensi
pendidik diperlukan manajemen SDM pendidikan yang memadai dari pengampu
kebijakan sekolah. Supriadi dalam bukunya Nurul Ulfatin menjelaskan bahwa
pelaksanaan kebijakan merupakan prasyarat dalam peningkatan kompetensi
pendidik, karena para pendidik merupakan ujung tombak dalam pelaksanaan
pendidikan di sekolah.[39]
c.
Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia
Manajemen SDM merupakan bagian
dari manajemen yang menerapkan berbagai fungsi, sebgaimana fungsi-fungsi
manajemen yag dimaksud dapat di implementasikan dalam MSDM[40].
Secara umum manajemen SDM memiliki
fungsi utama, yaitu fungsi organisasional, fungsi manajerial, dan fungsi
oprasional.
1)
Fungsi Organisasional
Pada
fungsi organisasional tugas manajemen sumber daya manausia meliputi
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian, dan pengawasan
atau pengendalian.
2)
Fungsi Manajerial
Manajemen
sumberdaya manusia merupakan bagian dari manajemen keorganisasian yang
memfokuskan diri pada unsur SDM. Pada fungsi organisasional dan manajerial,
lebih melihat manajemen SDM pada tingkat makro.
3)
Fungsi Oprasional
Pada
fungsi oprasional manajemen SDM lebih mengarah pada kegiatan antara lain
pengadaan, pengembangan, kompensasi, kesejahteraan, dan penilaian. Dengan
demikian fungsi oprasional lebih melihat manajemen SDM pada tingkat mikro.[41]
Semua fungsi dalam manajemen
tersebut akan dilaksanakan tergantung dengan kebutuhan, apakah akan dilakukan
secara sederhana atau dengan tingkat kesulitan yang tinggi, dan dapat
menggunakan hanya beberapa fungsi saja. Proses manajemen adalah interaksi dan
saling keterkaitan antara beberapa fungsi manajemen yang digunakan. Dalam
melakukan tugas manajerial, seseorang tidak terlepas dari kerjasama dengan
orang lain dan dilakukan dengan proses step by step of doing something. Model
manajemen yang merupakan kegiatan utama manajemen, yaitu: Perencanaan,
Pengorganisasian, Pelaksanaan, dan Pengendalian.
1)
Perencanaan: merupakan pemilihan sasaran organisasi
atau penentuan organisasi yang kemudian dijabarkan ke dalam bentuk kerjasama
dan pembagian tugas.
2)
Pengorganisasian: sebagai wadah atau alat yang dapat
digunakan untuk merealisasikan sasaran atau tujuan organisasi yang telah
ditetapkan bersama.
3)
Pelaksanaan: dilakukan oleh manajer untuk dapat
mangarahkan, mengkoordinasikan, dan mempengaruhi kepada bawahan untuk bekerja
dengan sadar dan tanpa paksaan untuk mencapai tujuan.
4)
Pengendalian: upaya untuk melancarkan usaha
perbaikan dan pengembangan rencana yang strategis (rencana panjang dengan
cakupan yang luas).[42]
d.
Manfaat Pengembangan Sumber Daya Manusia
Manfaat
atau faedah suatu program pengembangan SDM kususnya pendidik dalam suatu organisasi, yang jelas adalah
dengan pengembangan pendidik tersebut pendidik akan lebih mudah dalam
melaksanakan tugasnya, sehingga akan positif dalam menyumbang tenaga dan
pikiran bagi organisasi.
Pengembangan
tenaga pendidik (guru) tersebut, merupakan kegiatan yang harus dilaksanakan
oleh organisasi, agar pengetauhan, kemampuan, dan ketrampilan pendidik sesui
dengan tuntutan pekerjaan yang mereka lalukan. Dengan kegiatan pengembangan
pendidik tersebut maka diharapkan dapat memperbaiki dan mengatasi kekurangan
dalam melaksanakan pekerjaan dengan lebih baik, sesui dengan perkembangan ilmu
dan teknologi yang digunakan oleh organisasi. Pengetauhan berkaitan erat dengan
kecerdasan dan intelektual para pegawai kususnya tenaga pendidik, mengembangkan
pengetauhan para pendidik berarti meningkatkan kemampuannya dalam melaksanakan
tugasnya. Gouzali dalam bukunya Kadarisman menjelaskan bahwa manfaat yang
diperoleh dalam kegiatan pengembangan SDM diantaranya.
1)
Pendidik atau organisasi akan berkemampuan
menyesuaikan diri dengan kebutuhan sekarang.
2)
Pendidik akan mempunyai SDM yang selalu tampil dalam
melaksanakan pekerjaanya.
3)
Pendidik akan mampu menjawab tantangan perkembangan
keadaan masa depan.
4)
Pendidik dapat meningkatkan prestasinya secara individual.[43]
Dari
uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa pengembangan SDM menunjukan bahwa
pengembangan SDM tersebut dapat memberikan suatu upaya repositioning yang berdasarkan pada tranformasi peran pegawai atau
pendidik yang berupa kemampuan, cara kerja, cara berfikir, sehingga dapat
melakukan proses repositioning bagi pegawai dengan baik.
e.
Langkah-langkah Pengembangan SDM
Langkah-langkah dalam pengembangan sumber daya manusia
dalam bukunya Sondang P. Siagian menjelaskan ada beberapa langkah dalam pengembangan
sumber daya manusia yaitu:
1) Penentuan kebutuhan, merupakan cara
atau langkah sebelum dilakukannya pengembangan SDM, langkah ini digunakan
sebagai persiapan dalam menghadapi permasalahan yang ada pada saat ini dan juga
mencegah adanya masalah-masalah yang akan datang.
2) Penentuan
sasaran, dalam penentuan sasaran yang dilakukan pertama kali adalah menetapkan
semua sasaran gunanya untuk mengetauhi sasaran tersebut ialah:
1. Sebagai tolak ukur kelak berhasil
dan tidaknya pengembangan sumber daya manusia.
2. Sebagai bahan dan usaha menentukan
langkah selanjutnya seperti isi program, dan metode yang akan digunakan
selanjutnya. Melalui penentuan sasaran mampu mengambil manfaat yang
sebesar-besarnya dalam pengembangan sumber daya manusia.
3) Penentuan program ditentukan oleh
dua faktor yaitu:
a. Hasil analisis penentua kebutuhan.
b. Sasaran yang hendak dicapai.
Salah satu hal yang ingin dicapai dalam penentuan program adalah
mengerjakan keterampilan tertentu pada umumnya. Misalkan berupa keterampilan
baru yang belum pernah dimiliki oleh pekerja sebelumnya.
4) Identifikasi prinsip belajar, pada
dasarnya prinsip belajar digunakan sebagai tolak ukur tercapai dan tidaknya
pengembangan sumber daya manusia. Dalam hal ini ada lima yang dapat dijadikan
tolak ukur yaitu:
a. Partisipasi (berbaur dengan lainnya)
b. Repetisi (pengulangan)
c. Relevansi
d. Pengalihan
e. Umpan balik (feedback)
5)
Pelaksanaan program, pengembangan sumber daya
manusia sangat situasional sifatnya.
Artinya, dengan penekanan pada perhitungan kepentingan organisasi dan kebutuhan
para peserta, penerapan prinsip-prinsip belajar dapat berbeda dalam aksentuasi
dan intensitasnya yang pada gilirannya akan tercermin pada penggunaan
teknik-teknik tertentu dalam proses belajar mengajar. Kemudian teknik-teknik
dalam pelaksanaan program berikut ini:
a.
pengembangan pada jabatan.
b.
Rotasi pekerjaan.
c.
Sistem magagng.
d.
Sistem ceramah.
e.
Pelatihan vestibul (pelatihan dalam bidang teknik atau cara-cara secara
langsung).
6) Penilaian pelaksanaan program
pengembangan, penilaian dapat diambil dari dua hal yaitu:
a. Peningkatan kemampuan dalam
pelaksanaan tugas.
Dari semua pemaparan yang telah
dijelaskan diatas bahwa langkah-langkah dalam pengembangan sumber daya manusia
ada enam yaitu penentuan kebutuhan, penentuan sasaran, penentuan program,
identifikasi prinsip belajar, pelaksanaan program dan penilaian program.
3.
Keberlanjutan Pengembangan Mutu Tenaga Pendidik
a.
Pengertian Keberlanjutan Pengembangan Mutu Tenaga
Pendidik
Pengembangan keprofesian
berkelanjutan berdasarkan peraturan menteri negara dan pendayagunakan aparatur
negara dan reformasi birokrasi No. 16 Th 2009 tentang jabatan fungsional guru
yang dimaksud pengembangan keprofesian berkelanjutan adalah pengembangan
kompetensi guru yang dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan, bertahap,
berkelanjutan untuk meningkatkan profesionalitasnya sehingga wajib melaksanakan
kegiatan pengembangan keprofesian berkelanjutan yaitu pengembangan diri,
publikasi ilmiah, dan atau pengembangan karya inovatif.[45]
Pengembangan merupakan usaha mengurangi atau
menghilangkan terjadinya kesenjangan antara kemampuan karyawan dengan yang
dikehendaki organisasi. Usaha tersebut dilakukan melalui peningkatan kemampuan
kerja yang dimiliki karyawan dengan cara menambah pengetahuan dan keterampilan
serta merubah sikap. Begitu juga dalam organisasi pendidikan, guru dan karyawan
pendidikan juga berhak mendapatkan pengembangan, baik yang dilakukan oleh suatu
lembaga tertentu maupun dalam organisasi pendidikan tersebut.
Menurut Andrew F. Sikula, “Development in reference
to staffing and personel matters, is a long term educational proces utilizing a
systematic and organized procedure by wihch mangerial personel learn conceptual
and theoretical knowledge for general puposes” atau “Pengembangan yang
mengacu pada staf dan personel adalah suatu proses pendidikan jangka panjang
dengan menggunakan suatu prosedur yang sistematis dan terorganisasi di mana
manajer belajar pengetahuan konseptual dan teoretis untuk tujuan umum”.[46]
Bagi Castetter pengembangan diartikan sebagai upaya
individu guru untuk menumbuhkan dirinya sendiri supaya dapat mengembangan tugas
kewajibannya, sedangkan in-service
education berangkat dari keadaan guru yang belum memenuhi persyaratan baik
dari segi penguasaan bahan, keterampilan maupun metodologi dalam melaksanakan
tugasnya. Dalam tulisan ini istilah pengembangan guru diartikan sebagaimana
konsep Flippo yang menunjukkan suatu pengertian antara staff development dengan in-service education. Berdasarkan
pengertian Flippo tersebut, pengembangan guru sesungguhnya akan memberikan
dampak positif tidak hanya bagi institusi namun juga bagi individu yang
terlibat. Sebab lain institusi akan menerima kenaikan produktivitas, loyalitas
serta efisiensi biaya, sehingga pada saat yang sama individu akan lebih percaya
diri dalam meniti masa depan pengembangan karirnya.[47]
Pengembangan mutu Pendidik
merupakan hal yang harus dilakukan kepala sekolah dalam manajemen personalia
pendidikan, yang bertujuan untuk mendayagunakan tega pendidik secara efektif
dan efisien untuk mencapai hasil yang optimal. Pengembangan tenaga pendidik
merupakan kegiatan untuk menentukan kebutuhan pegawai, baik secara kuantitatif
maupun kualitatif. Dalam penyusunan rencana personalia yang sangat memerlukan
informasi yang lengkap dan jelas tentang pekerjaan dan tugas yang harus
dilakukan oleh pendidik (guru).[48]
Trianto menjelaskan bahwa
Pengembangan pendidik merupakan upaya gigih, ulet, dan tabah dari seorang
pendidik yang terus menerus memaksialkan
kemampuannya dalam mengidentifikasi dan menyelesaikan permasalahan serta untuk
memantapkan kemajuan pendidikan. Pengembangan profesi pendidik (guru) merupakan
kegiatan yang dilakukan oleh guru dalam rangka pengamalan ilmu dan pengetauhan,
teknologi serta ketrampilan untuk meninngkatkan mutu bagi proses belajar
mengajardan profesionalisme bagi tenaga pendidik lainnya maupun dalam rangka
untuk menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi pendidikan.[49]
Adapun dalam tahap identifikasi pengadaan bidang kegiatan dari tiap langkah
manajemen pengembangan mutu tenaga pendidik (guru) tersebut dapat dikemukakan
sebagai berikut:
1)
Penentuan Kebutuhan Guru (Need Assesment)
Kebutuhan
di tentukan berdasarkan faktor-faktor deskripsi pekerjaan (Job description) dan spesifikasi pekerjaan (Job specification). Analisis jabatan merupakan kegiatan yang
berfungsi untuk membantu pelaksanaan manajemen dalam rekrutmen pegawai sebagai
upaya menyediakan kebutuhan pegawai. Analisis kebutuhan didasarkan pada jenis
pekerjaan, sifat pekerjaan, perkiraan beban kerja, perkiraan kapasitas pegawai,
jenjang dan jumlah pegawai yang tersedia. Analisis kebutuhan juga dapat sebagai
pedoman bagi penerimaan dan penempatan, penentuan jumlah pegawai, dan landasan
kegiatan manajemen sumberdaya manusia.
Analisis kebutuhan sebagai
pedoman untuk menentukan syarat-syarat yang diperlukan dalam penerimaan dan
penempatan pegawai. Ketepatan penerimaan
dan penempatan pegawai dipengaruhi oleh syarat yang dimiliki oleh
pegawai. Analisis kebutuhan merupakan pedoman dalam kegiatan manajemen sumber
daya manusia lain, yaitu untuk pedoman dalam hal mutasi, promosi, pelatihan,
kompensasi, dan kebutuhan peralatan.[50]
2)
Rekrutmen
Dalam dunia pendidikan, rekrutmen
diartikan sebagai kegiatan menarik sejumlah personil yang dibutuhkan dalam
suatu sistem pendidikan, yang memenuhi kualitas tertentu. Tujuannya adalah
untuk memenuhi kebutuhan personil baik jangka pendek maupun jangka panjang.
Sebagai bagian dari kegiatan “the biring
function” kegiatan rekrutmen ditindaklanjuti dengan kegiatan seleksi atau
keputusan tentang identifikasi personil yang cocok dengan kebutuhan. Berkaitan
dengan itu Kaufman dalam bukunya Sanusi Uwes mengemukakan adanya kesatuan
antara identifikasi kebutuhan, penentuan persyaratan personil untuk memenuhi
kebutuhan, strategi seleksi, evaluasi efektivitas penampilan sesuai kebutuhan
dan kesiapan merubah langkah-langkah yang diperlukan buat mencapai sistem
pendidikan yang responsif, efektif dan efisien.[51]
3)
Seleksi dan penempatan
Seleksi dan penempatan staf, pada
dasarnya dikerjakan bukan hanya pada saat staf baru diterima, namun dikerjakan
secara terus menerus sejauh apa yang diharapkan dari tugasnya dapat dikerjakan
dengan baik. Dalam rotasi kegiatan pengembangan organisasi, kegiatan ini
terletak sesudah penilaian dan pengendalian namun sebelum lepas landas
pelaksanaan rencana strategis.
Secara definitif, proses seleksi
merupakan proses pembuatan keputusan untuk memilih seseorang, menduduki suatu
posisi berdasartan tingkat tertinggi karakter yang diperlukan, sesuai dengan
persyaratan tuntutan kerja yang ditawarkan. Dalam hal penempatan, sesungguhnya
tidak terbatas pada pendidik (guru) yang baru diangkat, namun termasuk halyang
harus dikelola bagian personil adalah penempatan staf pendidik yang lama.
Dalam pengembangan karir Gisbon
and Hunt menekankan pentingnya memahami konsep staf tentang kerja. Sedangakan
bagi jabatan fungsional pengembangan di tunjukan pada peningkatan pengetauhan
dan ketrampilan teknis, khususnya proses belajar mengajar, penelitian,
pengabdian, dan pembimbingan sehingga performance kerja lebih baik. Terdapat
berbagai sumber untuk menentukan apa yang paling dominan di butuhkan pendidik
(guru) dalam rangka menunjang pelaksanaan tugas Tri Dharmanya.[52]
b.
Tujuan keberlanjutan Pengembangan Pendidik (guru)
Tujuan pengembangan keprofesian
berkelanjutan (PKB) adalah untuk meningkatkan kualitas layanan pendidikan di
sekolah atau madrasah dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan.
Sedangkan secara khusus tujuan
pengembangan keprofesian berkelanjutan adalah sebagai berikut;
1)
Meningkatkan kompetensi guru untuk mencapai standar
kompetensi yang ditetapkan dalam peraturan perundangan yang berlaku.
2)
Memutakhirkan kompetensi guru untuk memenuhi
kebutuhan guru dalam perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni untuk
memfasilitasi proses pembelajaran peserta didik.
3)
Meningkatkan komitmen guru dalam melaksanakan tugas
pokok dan fungsinya sebagai tenaga profesional.
4)
Menumbuhkan rasa cinta dan bangga sebagai penyandang
profesi guru.
5)
Meningkatkan citra, harkat, dan martabat profesi
guru di masyarakat.
6)
Menunjang pengembangan karir guru.[53]
Secara khusus
dilaksanakannya PKB bagi guru adalah untuk memfasilitasi guru dalam mencapai
standar kompetensi yang ditetapkan. memotivasi guru untuk tetap memiliki
komitmen melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai tenaga profesional,
mengangkat citra, harkat, dan martabat profesi guru, rasa hormat dan kebanggaan
sebagai guru yang profesional.[54]
Dalam bukunya sudarwan Danim di
jelaskan Bahwa, meningkatkan dan mengembangkan mutu pendidik (guru) perlu
mengusahakan dengan berbagai upaya-upaya yang diantaranya dengan melalui
pendidikan, pelatihan, dan pembinaan teknis yag dilakukan dengan cara
berkesinambbungan di sekolah dan di wadah-wadah pembinaan profesional seperti
kelompok keja guru, kelompok kerja kepala sekolah (KKS) dan kelompok kerja
penilik sekolah (KKPS).[55]
Program peningkatan kemampuan
profesi guru serta mutu guru di sekolah sebaiknya melalui langkah-langkah yang
sistematis, yang diantaranya;
a)
Mengidetifikasi kekurangan, kelemahan, kesulitan
serta masalah-masalah yang sering dimiliki oleh seorang tenaga pendidik atau
pegawai.
b)
Menetapkan program pengembangan yang sekiranya di
perlukan untuk mengatasi kekurangan, kelemahan , kesulitan serta
masalah-masalah yang sering kali dihadapi oleh guru.
c)
Merumuskan tujuan program pengembangan yag
diharapkan dapat dicapai pada akhir program pengembangan.
d)
Melaksanakan program pengembangan dengan materi,
metode, dan media yang telah ditetapkan dan dirancang.
e)
Mengukur keberhasilan program pengembangan.
f)
Menetapkan program tindak lanjut pengembangan
pegawai pada masa yang akan datang.[56]
Dalam hal sumber daya manusia
termasuk kedalam staf guru, manajemen, dan tata usaha, di lembaga pendidikan
bukan saja membutuhkan penambahan personil tapi yang terutama adalah dalam hal
peningkatan dan pengembangan profesionalitas guru. Idealnya, setiap lembaga
pendidikan memiliki program yang komprehensif untuk itu, khususnya untuk
meningkatkan kompetensi keprofesionalan guru. Rasionalnya adalah karena guru
merupakan personil yang bertanggungjawab dalam memberikan sumbangan pada
pertumbuhan dan pengembangan ilmu, mengembangkan intelektual peserta didik.
Bagi Castetter pengembangan
diartikan sebagai upaya individu guru untuk menumbuhkan dirinya sendiri supaya
dapat mengembangkan tugas kewajibannya, sedangkan in-service education berangkat dari keadaan guru yang belum
memenuhi persyaratan baik dari segi penguasaan bahan, ketrampilan maupun
metodologi dalam melaksanakan tugasnya. Dalam hal ini istilah pengembangan guru
diartikan sebagaimana konsep Flippo yang menunjukkan suatu pengertian antara staff development dengan in-service
education. Berdasarkan pengertian tersebut, pengembangan guru sesungguhnya
akan memberikan dampak yang positif tidak hanya bagi institusi namun juga bagi
individu yang terlibat. Sebab lain institusi akan menerima lenaikan
produktivitas, loyalitas serta efisiensi biaya, sehingga akan lebih percaya
diri dalam meniti masa depan pengembangan karirnya.[57]
Berdasarkan dari tujuan
pengembangan di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam dunia pendidikan
pengembangan pada guru dan karyawan sangatlah penting untuk menjadikan guru dan
karyawan tersebut bisa semakin meningkatkan keterampilan dan kualitas
kinerjanya dalam mengajar. Selain itu yang lebih penting dari adanya
pengembangan guru dan karyawan itu mampu menghasilkan guru-guru yang
profesional.
Pelaksanaan pengembangan (training and education)
harus didasarkan pada metode-metode pengembangan yang telah ditetapkan dalam program pngembangan sebuah lembaga pendidikan. Program pengembangan ditetapkan oleh penanggung jawab pengembangan, yaitu kepala sekolah atau suatu tim. Dalam program pengembangan telah ditetapkan sasaran, proses, waktu dan metode pelaksanaannya. Adapun jenis pengembangan guru dan karyawan
pendidikan dapat dikelompokkan atas pengembangan secara informal dan
pengembangan secara formal.
a. Pengembangan
secara informal, yaitu guru
dan karyawan atas keinginan dan usaha sendiri melatih dan mengembangkan dirinya
dengan mempelajari buku-buku atau literatur yang berhubungan dengan
keterampilan dan keahliannya. Pengembangan secara informal ini menunjukkan
bahwa guru dan karyawan tersebut berkeinginan keras untuk maju dengan cara
meningkatkan kemampuan kerjanya. Hal ini bermanfaat bagi sekolah karena
prestasi kerja guru semakin besar, di samping efisiensi dan produktivitasnya
juga semakin baik.
b. Pengembangan
secara formal, yaitu guru
dan karyawan ditugaskan dari pihak sekolah untuk mengikuti pendidikan dan
latihan, baik yang dilakukan dari pihak sekolah itu sendiri maupun yang
dilaksanakan oleh lembaga-lembaga pendidikan.[58]
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa
pengembangan profesi tenaga pendidik (guru) dan tenaga kependidikan dituntut
untuk selalu mengembangkan dirinya baik yang mengenai materi pelajaran dari
bidang studi yang menjadi wewenangnya maupun ketrampilan guru. Tanpa adanya
kesadaran pengembangan diri yang dilakukan oleh guru maka peningkatan
profesionalisme guru tidak dapat tercapai secara optimal.
B.
Kajian Pustaka
Dalam
telaah pustaka ini peneliti akan mendeskipsikan beberapa karya ilmiah yang
mendukung penelitian ini.
1.
Tesis yang ditulis oleh saudara Abdul Razak tentang Manajemen Sumber Daya Guru. Penelitian
ini tergolong dalam penelitian kualitatif, dalam penelitian ini menemukan bahwa
adanya upaya pengembangan sumberdaya manusia (guru) yang dilakukan pihak
sekolah diantaranya melalui penyeleksian dan pengembangan profesionalisme guru
agar pelajaran yang diberikan sesuai dengan disiplin ilmu yang dimilikinya dan
juga pengembangan profesionalisme guru agar pelajaran yang diberikan sesuai
dengan disiplin ilmu yang dimilikinya, dan juga pengembangan ini melalui
pelatihan dan penataran mata pelajaran.[59]
2.
Tesis yang ditulis oleh saudara Fathul Mujib tentang
Strategi Pengembangan Profesionalitas
Guru Swasta di MAN Kota Kediri.
Penelitian ini tergolong dalam penelitian kualitatif, dalam penelitian
ini memfokuskan kepada guru-guru swasta. Dijumpai bahwa pengembangan
profesionalitas guru dilakukan melalui pelatihan dan penataran dan hal ini
masih sangat bergantung kepada pihak di luar pemerintah.[60]
3.
Tesis yang ditulis oleh saudari Atin Rahmawati
dengan judul Penyelenggaraan Manajemen
Sumber Daya Manusia di MAN Yogyakarta. Penelitian ini tergolong dalam
penelitian kualitatif, yang mana penelitian ini menemukan hasil penelitian
menitik beratkan pada pemberdayaan unsur kepala sekolah, guru, dan tenaga
administratif disekolah dengan cara memberi analisis dan uraian yang diberinama
jabatan, tugas dan tanggungjawab untuk posisi tersebut.[61]
Berbeda
dengan penelitian-penelitian tersebut diatas, peneleitian ini akan lebih
memfokuskan pada pembahasan tentang sebuah proses atau usaha yag dilakukan oleh
kepala sekolah didalam pengorganisasian dan penggunaan sumber daya secara
efektif dan efisien untuk mengembangkan atau meningkatkan mutu para guru yang
ada di SMA Islam Karangrayung.
[1] Sudarwan Danim, visi
baru manajemen sekolah dari unit birokrasi kelembaga akademik, (jakarta: PT
bumi aksara, 2006), hlm. 53.
[2] Nana Suya
Permana, Peningkatan Mutu Tenaga Pendidik dengan kompetensi dan sertifikasi
guru, Jurnal Ilmiah Bidang Pendidikan, Vol. 11, No 1, 2017.
[3] Sudarwan Danim, Agenda Pembaharuan Sistem Pendidikan,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), hlm. 79
[4] Ebook Peraturan Undang-undang
Republik Indonesia No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Bab 1 Pasal 1 ayat 1
[5] Ebook Peraturan Undang-undang
Republik Indonesia No 14 Tahun 2005 Bab
1 Pasal 2 ayat 1
[6] Ebook Undang-undang Republik
Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional XI pasal 39 ayat
2.
[7] Abdul Hadis, Manajemen
Mutu Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2012), hlm. 5.
[8] Ebook Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia No 32 Tahun 2013 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional, Pasal 2 ayat 1.
[9]Hidayati,
Manajemen Penddidikan, Standar Pendidik, Tenaga Kependidikan Dan Mutu
Pendidikan, Jurnal Al-Ta’lim, (Vol. 21, No. 1, 2014), hlm. 4-46. Diakses
pada tanggal 3/10/18.
[10] Jamil Suprihatiningrum, Guru profesional pedoman kinerja, kualitas,
dan kompetensi guru , (Jogjakarta:
Ar Ruzz Media, 2006), hlm. 51-52.
[11] Kunandar, Guru
Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan
Persiapan Menghadapi Sertifikasi Guru, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2007), hlm. 45.
[12] Imam Abi
Abdillah Muhammad Ibn Ismail Ibn Ibrahim Ibn al-Mughirah bin Bardizbah
al-Bukhari al-Ja’fiy, Shahih Bukhari, (Beirut: Dar al-Kutb al-Ilmiyah,
1992), Juz I, hlm. 21.
[13] Moh. Uzer Usman,
Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), Cet.
19, hlm. 55-46
[14] Kunandar, Guru
Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan
Persiapan Menghadapi Sertifikasi Guru, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2007), hlm. 45.
[15] Mujtahid, Pengembangan
Profesi Guru, (Malang: UIN Maliki Press, 2011), hlm. 36.
[16] Mohamad Mustari, Manajemen
Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), Cet.1, hlm. 138-139.
[17] Oemar Hamalik, Pendidikan
Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), Cet.
3, hlm. 38.
[18]
Ebook Peraturan
Undang-undang Republik Indonesia No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Bab IV
Pasal 10
[19] Raharjo, Peningkatan Kopetensi Guru Dalam Penyusunan
KTSP, Studi tentang efektifitas program SSQ di Madrasah di Kabupaten Pati, hlm.
19.
[20] Jamil
Suprihatiningrum, Guru Profesional Pedoman kinerja, Kualifikasi dan Sertifikasi
Guru, hlm. 104-105.
[21] Syaiful Sagala, Kemampuan
Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan, (Bandung: Alfabeta, 2009), Cet.
1, hlm. 31-32.
[22] Departemen Agama RI, Al- Qur`an dan
Terjemahnya,
(Bandung: Sygma Examedia Arkanleema, 2009), hlm. 543.
[23] Ebook Undang-Undang No. 20 Tahun
2003, Tentang Standar Nasional Pendidikan,
Pasal, 28 ayat 3.
[24] E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, hlm. 117.
[25] Jamil Suprihatiningrum, Guru Profesional Pedoman kinerja, Kualifikasi dan Sertifikasi
Guru, hlm. 106-110.
[26] Raharjo, Peningkatan Kompetensi Guru dalam menyusun KTSP, Studi tentang
Efektifitas Program SSQ di Madrasah di kabupaten Pati, hlm. 20.
[27] Jamil Suprihatiningrum, Guru Profesional, Pedoman Kinerja,
Kualifikasi, dan Kompetensi Guru, hlm. 112-114.
[28] Raharjo, Peningkatan Kompetensi Guru dalam menyusun KTSP, Studi tentang
Efektifitas Program SSQ di Madrasah di kabupaten Pati, hlm. 20.
[29] Jamil Suprihatiningrum, Guru Profesional, Pedoman Kinerja,
Kualifikasi, dan Kompetensi Guru, hlm. 115-123
[30]
Lijan Poltak Sinambela, Manajemen Sumber Daya Manusia, Membangun Tim
Kerja yang Solid untuk Meningkatkan Kinerja, (Jakarta: Bumi Aksara, 2016),
hlm. 7.
[31] Hanry
L. Sisk, Principles of Management a System Approach to The Management Proces,
(Chicago: Publishing Company, 1969), hlm.10.
[32] M. Kadarisman, Manajemen Pengembangan Sumber Daya Manusia,
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013),
Cet. 2, hlm. 5-6.
[33] A. Noe, Human
resource management, Gaining a competitive advantage, (MCGraw-hill/Irwin,
2006), hlm 5.
[34] Nurul Ulfatin,
Manajemen Sumberdaya Manusia Bidang
Pendidikan, (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2016), Cet. 1, hlm 2-3.
[35]
Mohammad Mustari, Manajemen Pendidikan, hlm. 1.
[36]
M. Kadarisman, Manajemen Pengembangan Sumber Daya Manusia,
hlm. 53-54.
[37]
Nurul Ulfatin, Manajemen Sumberdaya Manusia Bidang
Pendidikan, hlm. 11-13.
[38] Wahid Tahir,
Pengembangan Manajemen Sumberdaya Manusia Terhadap Peningkatan Mutu Pendidikan,
Jurnal Vol. 6, No. 1, 2017. Diakses pada tanggal 03/10/2018.
[39]
Nurul Ulfatin, Manajemen Sumberdaya Manusia Bidang
Pendidikan, hlm. 15-16.
[40] Lijan Poltak Sinambela, Manajemen Sumber Daya Manusia, Membangun Tim
Kerja yang Solid untuk meningkatkan kinerja, hlm. 18.
[42] M. Nazar Almasri, Manajemen Sumber Daya Manusia, Implementasi
dalam Pendidikan, http://webcache.googleusercontent.com/ ejournal.uinsuska.
ac.id/index.php/Kutubkhanah/article/download, diakses pada tanggal 18/04/2018,
Jam 10:43.
[43] M. Kadarisman, Manajemen Pengembangan Sumber Daya Manusia,
hlm. 39-41.
[44]
Sondang P. Siagian, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta:
PT. Bumi Aksara, 2015), Cet. 23, hlm,185-191.
[45] Nanang
Priatna, Pengembangan Profesi Guru, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Offset, 2013), hlm. 191.
[46] Muhammad Minan Zuhri, Pengembangan Sumber Daya Guru dan Karyawan
dalam Organisasi Pendidikan, http://webcachegoogleusercontent. journal.stainkudus.ac.id/index.php/Quality/article/download
diakses pada tanggal 18/04/18, Jam 15:41.
[47] Sanusi Uwes, Manajemen Pengembangan Mutu Dosen,
(Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), hlm. 39.
[48] E. Mulyasa, Manajemen kepemimpinan kepala Sekolah, (Jakarta: Bumi Aksara,
2011), hlm. 63-64.
[49] Trianto, Pengantar Penelitian Pendidikan bagi Pengembangan Profesi Pendidik dan
Tenag Kependidikan, (Jakarta: kencana, 2010), hlm.77.
[50]
Nurul Ulfatin, Manajemen Sumberdaya Manusia Bidang
Pendidikan, hlm. 45-46.
[51]
Sanusi Uwes, Manajemen Pengembangan Mutu Dosen, hlm.
43- 44.
[52]
Sanusi Uwes, Manajemen Pengembangan Mutu Dosen, hlm.
54.
[53]
Dandun, Pengembangan
Keprofesian Berkelanjutan,
https://jurnal guruprofblog. Wordpress. com/2015/02/13/diakses pada tanggal
25/07/18, jam 10:35.
[54] Agus Dudung, Pelatihan Pengembangan Keprofesian
Berkelanjutan bagi Guru, Jurnal Sarwahita volume 11 No.1, (Yogyakarta:2014),
hlm. 16.
[55] Sudarwan Danim, Agenda Pembaharuan Sistem Pendidikan,
hlm. 82.
[56]
Ibrahim Bafadal, Peningkatan Profesionalisme Sekolah Dasar,
Dalam Kerangka Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2006), hlm. 25-26.
[57]
Sanusi Uwes, Manajemen Pengembangan Mutu Dosen, hlm.
38-39.
[58]
Muhammad Minan Zuhri, Pengembangan Sumber Daya Guru dan Karyawan Dalam
Organisasi Pendidikan, http://journal.stainkudus.ac.id/ index.php/Quality/article/download/
diakses pada tanggal 11/05/18 jam 09:54
[59] Abdul Razak, Manajemen Sumberdaya Guru, Tesis, Studi
Kasus di MAN Pemalang, (Yogyakarta: Universitas Islam Negri Yogyakarta, 2006).
[60]
Fathul Mujib, Strategi Pengembangan Guru Swasta di MAN
Kota Kediri, Tesis, ( Yogyakarta: Universitas Islam Negri Yogyakarta,
2003).
[61]
Atin Rahmawati, Penyelenggaraan Manajemen Sumber Daya
Manusia di MAN Yogyakarta, ( Yogyakarta: Universitas Islam Negri
Yogyakarta, 2006).