HARUN
AR-RASYID MEMBANGUN UNIVERSALITAS
PERADAPAN
ISLAM
BAB
I
PENDAHULUAN
I.
Latar
Belakang
Daulah
abbasiyah mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintah harun Ar-Rasyid.
Seorang kholifah yang taat dalam beragama, shalih dan dermawan. Hampir bisa
disamakan dengan kholifah Umar bin Abdul Aziz dari bani Umayyah. Jabatan
kholifah tidak membuat beliau terhalang untuk turun jalan-jalan pada malam
hari. Dengan tujuan untuk melihat keadaan rakyat yang sebenarnya beliau ingin
melihat langsung apa yang terjadi pada masyarakat kamudian memberikan bantuan.
Pada
masa itu Baghdad menjadi kota besar dengan julukan kota 1.001 malam yang tidak
ada tandingannya. Suasana negara yang aman dan begitu damai membuat rakyat
menjadi sangat tentram. Bahkan dimasa Harun Ar-Rasyid sangat sulit untuk
mencari orang yang akan diberikan zakat, infak, dan sedekah. Karna tingkt
kemakmuran penduduknya yang sangat merata.
Kholifah
Harun Ar-Rasyid juga banyak memberikan dukungan moral dan materi kepada para
cendikiawan untuk melakukan riset dalam ilmu pengetauhan, sehingga kaum
cendikiawan tidak merasa kekurangan dalam melakukan sebuah riset yang terus
menerus.
2.
Rumusan Masalah
Melihat
sebagai latar belakang diatas, maka penulis dapat merangkaikan rumusan masalah
sebagai berikut:
A. Bagai
mana biografi Harun Ar-Rasyid?
B. Apa
saja yang dicapai pada masa pemerintahan Harun Ar-Rasyid dalam membangun
peradapan islam?
C. Apa
saja pilar yang digunakan Harun Ar-Rasyid dalam membangun peradapan islam?
D. Apa
peran Baitul Hikmah dalam membangun sejarah peradapan islam?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Biografi Haarun
Ar-Rasyid
Harun Ar-rasyid lahir di Rayy, Iran pada tahun 766, Harun Ar-rasyid adalah
khalifah kelima dari kekhalifahan abbasiyah dan memerintah dari tahun
786 hingga 803. Ayahnya bernama Muhammad Al-Mahdikhalifah yang ketiga dan
kakaknya, Musa Al-Hadi adalah khalifah yang keempat. Ibunya bernama Jurasyiyah
wanita mantan Al-Khayzuran, Beliau sangat memilik pengaruh yang besar
terhadap Harun Ar-rasyid.
Meski berasal dari dinasti Abbasiyah, Harun Ar-Rasyid dikenal dekat
dengan keluarga Bermakid dari Persia (Iran). Dimasa mudanya Harun
Ar-rasyid banyak belajar dari Yahya Ibn Khalid Al-Barmak, Beliau termasuk salah
seorang pendukung setia Jurasyiyah, Ibu dari Harun Ar-rasyid.
Ketika Harun Ar-Rasyid berusia 18 tahun, ia sudah menunjukkan rasa
keberaniannya dan keterampilannya sebagai seorang prajurit. Ayahnya saat itu
menjadi khalifah islam yang memungkinkan dirinya menjadi salah seorang pasukan
melawan musuh-musuh Islam hingga ia memenangkan banyak pertempuran. Dalam kisah
1001 Malam, Harun Ar-rasyid digambarkan sebagai sosok pemuda yang pemberani
yang memenangkan banhyak pertempuran.
Ketika Harun Ar-Rasyid memasuki usia remaja, Harun Ar-rasyid banyak
memipin pertempuran melawan Kekaisaran RomawiTimur, karna selalu
menjadi pemimpin dalam setiap pertempuran dan keberhasilannya beliau berhasil
memperoleh gelar Jendral dengan sebutan `Al-Rasyid` (yang mengikuti jalan yang
benar, atau orang yang benar). Dia juga tunjuk sebagai Gubernur Armenia,
Azerbaijan, Suriah dan Tunisia, yang diberikan yahya untuknya. Kemudian Harun
Ar-rasyid diangkat menjadi khalifah pada tanggal 14September ( 15 Rabi’ul Awal
170 H) tepat pada bulan kematian saudaranya `Hadi` yang meninggal secara
misterius di tahun 786.
Harun Ar-rasyid menjadi khalifah ketika ia hampir mencapai usia 21 tahun.
Harun membangun istana di kota Bagdad, ia membangun istana jauh lebih megah dan
indah dari khalifah yang ada pada saat itu. Disana lah ia membangun istananya
dan hidup ddalam kemuliaan besar yang memiliki ratusan abdi dan budak.
Harun Ar-Rasyid dikenal sebagai sosok yang adil dan sangat peduli
kepada rakyatnya hal ini dibuktikan dari tindakan beliau yang selalu ingin tahu
keadaan rakyatnya, terkadang ia menyamar dimalam hari dan berada di pasar atau
jalanan untuk mendengarkan pembicaraan orang-orang yang lewat disekitar dan
bertanya pada penduduk mengenai keadaan kepemimpinannya dengan cara ini lah ia
dapat mengetahui apakah rakyatnya puas atau tidak atas kpemimpinannya.
Meskipun masa pemerintahan khalifah Harun Ar-rasyid membawa kondisi yang
aman dan tidak ada pemberontakkan besar, ada juga pemberontakan lokal. Diawal
pemerintahan Harun Ar-rasyid timbul masalah di Mesir, Suriah, Mesopotamia,
Yaman, dan Daylam (selatan Laut Kaspia).
Ada beberapa kejadian pada masa kepemimpinan Harun Ar-rasyid yaitu: Pada
tahun 795M Harun meredam pemberontakkan Syiah dan memenjarakan Musa Al-Kazim,
Pada tahun 796M Harun memindahkan Istana dan pusat pemerintahan dari bagdad ke
Ar-raqqah, Pada tahun 800M Harun mengangkat Ibrahim Ibnu Al-Aghlab sebagai
Gubernur Tunisia, Pada tahun 802 M Harun menghadiahkan dua gajah albino ke
Charlemagne sebagai hadiah diplomatik, Pada tahun 803 M Harun memecat Yahya Bin
Khalid sebagai Perdana Mentri karna korupsi.
A. Kemajuan yang Dicapai Pada Masa Pemerintahan Harun
Ar-Rasyid dalam Membangun Peradapan Islam
Berangkat
dari sikap Harun Ar-Rasyid yang begitu ingin menyejah terakan rakyat, maka ia
memberikan apapun untuk rakyat. Seperti keadaan aman ia pu berikan. Sehingga
membuat para saudagar, pedagang, kaum pelajar, maupun rakyat biasa.
Untuk
meningkatkan kesejah teraan rakyat dan negara, Harun Ar-Rasyid memajukan sebuah
bidang perekonomian, perdagangan, dan pertanian dengan sistem irigasi. Kemajuan
sektor-sektor ini menjadikan Baghdad, ibukota Abbas sebagai pusat perdagangan
terbesar dean terkenal didunia. Pada saat itu banyak terjadi pertukaran barang
dan jual beli di berbagai penjuru. Dengan demikian negara banyak memperoleh
pendapatan dan keuntungan dari kegiatan perdagangan tersebut.
Gedung-gedung
dan tempat peribadatan serta tempat pendidikan mulai di bangun di Baghdat.
Harun Ar-Rasyid membiayai pembangunan pendidikan dibidang penerjemahan dan
penelitian. Dibangun juga istana megah disana yang bernama istana Al-Khuldi.
Beberapa
bidang yang di kembangkan oleh Harun Ar-Rasyid, sebagai berikut:
a. Bidang
pengembangan ilmu pengetauhan
Harun
Ar-Rasyid memperbesar departemen studi ilmiah dan penerjemahan yang didirikan
oleh kakeknya al mansyur. Sehingga membuat bagdad menjadi pusat yang menarik
orang-orang terpelajar di seluruh dunia.[1]
b. Bidang
kesusastraan
Yang
telah menjadikan Harun Ar-Rasyid menjadi terkenal adalah bukunya yang berjudul
1.001 malam, yang telah menduduki tempat teratas dalam bidang kesusastraan
dunia.
c. Bidang
hubungan luar negri
Khalifah
Harun Ar-Rasyid telah membangun kerjasama dengan beberapa negara timur dan
barat. Dialah kholifah utama yang menerima para duta besar di istananya.
Seperti duta besar yang di utus kaisar cina dan pengusaha prancis.
d. Bidang
kesehatan
Harun
Ar-Rasyid mendirikan rumah sakit dan lembaga pendidikan dokter serta farmasi.
Pada saat itu tardapat 800 dokter.[2]
Setelah Harun Ar-Rasyid meninggal, daulah Abbasiyah
lambat taun mengalami kemunduran akibat banyaknya gejolak politik yang muncul.
Belum lama meninggalnya Harun Ar-Rasyid, terjadi perang saudara antara Al Amin
dengan Al Ma`mun. Al Amin yang merupakan saudara tiri Al Ma`mun sudah diunjuk
oleh ayahnya, Arasyid, sebagai kholifah yang akan menggantikan. Sedangkan Al
Ma`mun sudah di tunjuk di kurasan sebagai gubernur dan di beri kesempatan untuk
mengganti saudaranya sebagai kholifah dalam kesempatan berikutnya.
Karna dengan
adanya perkembangan ilmu pengetauhan yang begitu sangat pesat, baik ilmu
pengetauhan keagamaan maupun ilmu pengetauhan non keagamaan, akhirnya Harun
Ar-Rasyid membangun sebuah riset ilmu pengetauhan yang di beri nama Baitul
Hikmah
Nama Baitul Hikmah diambil dari kata ha-ka-ma- yang artinya
bijaksana. Dari kata ini juga keluar isitlah Hakim (orang yang bijaksana). hal
itu dikarenakan dalam Islam, seorang ilmuan bukan hanya orang yang melihat alam
dari luar, tetapi dia adalah orang bijak (man of wisdom) yang melihat
alam dari dalam dan menyatukan antara ilmu pengetahuan yang dia dapat ke dalam
pokok-pokok dasar segala sesuatu. Jadi inti dari seorang ilmuan bukanlah
terpaku pada pengetahuan untuk mencari ilmu pengetahuan, tetapi realisasi dari
dasar-dasar pokok itu untuk menyerap ciptaan Tuhan dan keteraturan alam yang
menunjukkan kebijaksanaan Tuhan.
Pada waktu itu, Baitul Hikmah adalah bangunan yang terdiri dari berbagai
ruangan. Setiap ruangan terdiri dari tempat buku (khazanah) yang diberi
nama sesuai nama pendirinya seperti Khazanah Ar-Rasyid dan Khazanah Al-Makmun.
Bangunan yang menyatu dengan istana khalifah itu pun memiliki berbagai divisi,
ada divisi untuk menyimpan buku, menerjemah, mencetak, menulis, menjilid, dan
meneliti. Singkatnya, Baitul Hikmah benar-benar menjadi tempat ilmu pengetahuan
yang sangat berharga. Bahkan, dalam perjalanannya, tempat tersebut bukan hanya
berupa gudang buku sebagaimana terjadi pada perpustakaan zaman sekarang, tetapi
berubah menjadi universitas (al-jami’ah). Dari tempat tersebut, lahir
berbagai riset dan karya ilmiah yang sangat berharga. Bahkan, tempat tersebut
pun menjadi tempat observasi bintang.
Baitul Hikmah menjadi pusat pertemuan ilmu-ilmu pengetahuan dari Barat
(Yunani) dan dari Timur (India, Persia dan China) yang selanjutnya dikembangkan
oleh para cendekiawan Islam menjadi berbagai ilmu pengetahuan, seperti
matematika, filsafat, astronomi, kedokteran, fisika bahkan juga metafisika. Di
tempat ini, buku-buku dari Barat dan Timur dikaji, didiskusikan, dikritisi,
diterjemakan dan dan kemudian ditulis ulang. Dari India misalnya, berhasil
diterjemahkan buku-buku Kalilah dan Dimnah maupun berbagai cerita Fabel yang
bersifat anonim. Berbagai dalil dan dasar matematika juga diperoleh dari
terjemahan yang berasal dari India. Selain itu juga diterjemahkan buku-buku
filsafat dari Yunani, terutama filsafat etika dan logika. Sedangkan karya-karya
satra diambil dari Persia.
Kemajuan ilmu pengetahuan bukan hanya pada bidang ilmu eksakta saja,
ilmu-ilmu Naqli seperti Tafsir, Teologi, Hadits, Fiqih, Ushul Fiqh dan
sebagainya, juga mengalami perkembangan signifikan. Perkembangan ini
memunculkan tokoh-tokoh besar dalam sejarah ilmu pengetahuan, seperti Al-Kindi,
Al-Khwarizmi, Muhammad Jakfar bin Musa, Ahmad bin Musa, Abu Tammam, Al-Jahiz,
Ibnu Malik At-Thai, Abul Faraj, Al-Farabi, Ibnu Sina, Al-Biruni, Ibnu
Misykawaih, hingga sejarawan besar Ibnu Khaldun. Mereka adalahorang-orang yang
belajar di Baitul Hikmah dan mereka sangat berpengaruh besar terhadap
perkembagan ilmu pengetahuan selanjutnya, bukan hanya untuk Islam tapi juga
Barat dan Eropa.
Setelah meninggalnya Harun Ar-Rashid, pemeliharan Baitul Hikmah kemudian
dilanjutkan oleh penerusnya, Al-Ma’mun. Perkembangan dan kemajuan yang
dilakukannya tidak kalah dengan pendahulunya, di masa Al-Makmun, Baitul Hikmah
terus mengalami kemajuan. Al-Makmun mengundang para ilmuwan di seluruh dunia
Islam untuk berbagi ide, informasi, dan pengetahuan di perpustakaan ini.
Ketertarikannya terhadap filsafat juga mendorongnya melakukan terjemah
besar-besaran terhadap karya-karya dari Yunani.
Baitul Hikmah terus mengalami
perkembangan baik di masa Al- Makmun maupun Al-Mu’tashim dan Al-Watsiq. Namun
mengalami kemerosotan di masa Al-Mutawakkil, dan kemudian musnah pada masa
Al-Musta’shim akibat serangan tentara Mongol yang dipimpin oleh Hulagu Khan,
cucu Genghis Khan, pada tahun 1258. Hal tersebut ditandai dengan kehancuran
Baitul Hikmah. Bangunannya diratakan dengan tanah, dan buku-bukunya dibuang ke
sungai. Konon, warna air Sungai Tigris yang melalui Bagdad, berubah menjadi
merah dan hitam selama seminggu. Merah dari darah para ilmuwan dan filsuf yang
terbunuh, sedangkan hitam dari tinta buku-buku berharga koleksi Baitul Hikmah
yang luntur setelah dibuang ke sungai itu.
B.
Peranan
Baitul Hikmah dalam Membangun Sejarah Peradaban Islam
Berbagai naskah yang ada di kawasan Timur Tengah dan Afrika seperti
Mesopotamia dan Mesir juga menjadi perhatian. Banyak para ahli yang
berperan dalam proses perkembangan ilmu pengetahuan adalah kelompok
mawali atau orang-orang non arab, seperti Persia. Pada masa permulaan Dinasti
Abasiyah, belum terdapat pusat-pusat pendidikan formal, seperti
sekolah-sekolah. Akan tetapi sejak masa pemerintahan Harun Ar Rasyid mulailah
dibangun pusat-pusat pendidikan formal seperti Khizanatul Hikmah dan pada masa
Al Ma’mun diubah menjadi Baitul Himah yang kelak dari lembaga ini melahirkan
para sarjana dan para ahli ilmu pengetahuan yang membawa kejayaan bagi umat
Islam.
Pada masa Al Ma’mun ilmu pengetahuan dan kegiatan intelektual mengalami
masa kejayaanya. Ia mendirikan Baitul Hikmah pengembangan dari Khizanatul
Hikmahyang menjadi pusat kegiatan ilmu, terutama ilmu pengetahuan nenek moyang
Eropa (Yunani). Pada masa itu banyak karya-karya Yunani yang diterjemahkan
kedalam bahasa Arab. Selanjutnya model ini dikembangkan di Darul Hikmah Cairo
kemudian diterima kembali oleh barat melalui Kordoba dan kota-kota lain di
Andalusia. Khalifah Al Ma’mun lebih lagi melangkah, yaitu mengirim tim-tim
sarjana ke berbagai pusat ilmu di dunia, untuk mencari kitab-kitab penting yang
harus diterjemahkanya. Hal inilah salah satu yang menjadikan Islam mengalami
kemajuan. Karena umat Islam bis mempelajari berbagai ilmu pengetahuan yang ada
di penjuru dunia.
Disamping sebagai pusat penerjemahan, Baitul Hikmah juga berperan sebagai
perpustakaan dan pusat pendidikan. Karena pada masa perkembangan ilmu
pengetahuan dan kebudayaan Islam, buku mempunyai nilai yang sangat tinggi. Buku
merupakan sumber informasi berbagai macam ilmu pengetahuan yang ada dan telah
dikembangkan oleh ahlinya. Orang dengan mudah dapat belajar dan
mengajarkan ilmu pengetahuan yang telah tertulis dalam buku.
Dengan demikian buku merupakan sarana utama dalam usaha pengembangan dan
penyebaran ilmu pengetahuan. Sehingga Baitul Hikmah selain menjadi
lembaga penerjemahan juga sebagai perpustakaan yang mengoleksi banyak
buku. Pada masa ini berkembang berbagai macam ilmu pengetahuan, baik itu
pengetahuan umum ataupun agama, seperti Al Qur’an, qiraat, Hadits, Fiqih,
kalam, bahasa dan sastra. Disamping itu juga berkembang empat mazhab fiqih yang
terkenal, diantaranya Abu Hanifah pendiri madzhab Hanafi, Imam Maliki ibn Anas
pendiri madzhab Maliki, Muhammad ibn Idris Asy-Syafi’i pendiri madzhab syafi’i
dan Muhammad ibn Hanbal, pendiri madzhab Hanbali. Disamping itu berkembang pula
ilmu-ilmu umum seperti ilmu filsafat, logika, metafisika, matematika, alam,
geometri, aritmatika, mekanika, astronomi, musik, kedokteran dan kimia.
Ilmu-ilmu umum masuk kedalam Islam melalui terjemahan di Baitul Hikmah dari
bahasa Yunani dan Persia ke dalam bahasa Arab.
C.
Pilar
Pembangunan Peradaban Islam
Seorang
muslim yang merindukan pembangunan peradaban Islam, sebagaimana masa keemasannya
harus mulai dimulai sejak sekarang dan di mulai dari diri sendiri yang kemudian
memberikan nur (cahaya) ilmu pada umat.
Kholifah Harun Ar-Rasyid memberikan sebuah pilar-pilar
dalam membangun sebuah peradaban Islam yang telah dibangun oleh tokoh-tokoh
Islam dizamannya. Sebenarnya pilar peradaban Islam bertolak pada sebuah hadits
rasulullah tentang Iman, Islam dan Ihsan. Ketiga pilar tersebut memunculkan
bidang masing-masing, misalkan pilar “iman” melahirkan ilmu tauhid, ilmu kalam
dan sebagainya berikut para ulama’nya seperti Imam Maturidy, Imam Hasan al
Asy’ariy, dan sebagainya. Dari pilar “Islam” muncul ilmu figh atau syariah
berikut para ulama’ fiqh seperti 4 mahdzab (Imam malik, Imam Syafi’i, Imam
Hanafi, Imam Hambali). Dengan pilar inilah hukum-hukum Islam semakin jelas
dalam tata cara pelaksanaannya dalam kehidupan. Dan dari pilar “Ihsan”
berkembang ilmu akhlaq, atau ilmu tasawuf dengan sejumlah ulama’nya seperti
Hasan al bashri, Junaid al Baghdadi, Imam Al Ghazali.[3] Oleh
karena itu untuk membangun sebuah peradaban Islam yang harus dimiliki dan
dilakukan oleh seorang
muslim adalah tiga pilar tersebut, yaitu:
1.
Pilar
Tauhid (Aqidah)
Keimanan menjadi yang utama dalam kehidupan,
karenanya (iman) seseorang memiliki perbedaan antara yang satu dengan yang lain
– muslim atau non muslim, kafir atau
tidak. Jika
seorang muslim memiliki aqidah yang benar kepada Allah, maka
Allah akan memudahkan baginya untuk mampu memahami agama dengan benar. Jika
keimanan seseorang salah terhadap Allah atau menduakan Allah, maka tentunya
dalam setiap amalannya akan tertolak.
Kata "‘aqidah" diambil dari kata dasar "al-‘aqdu" yaitu
ar-rabth(ikatan), al-Ibraam (pengesahan), al-ihkam(penguatan),
at-tawatstsuq(menjadi kokoh, kuat), asy-syaddu biquwwah(pengikatan
dengan kuat), at-tamaasuk(pengokohan) dan al-itsbaatu(penetapan).
Di antaranya juga mempunyai arti al-yaqiin(keyakinan) dan al-jazmu(penetapan).
Secara
terminologi “aqidah” yaitu perkara yang wajib dibenarkan oleh hati dan jiwa
menjadi tenteram karenanya, sehingga menjadi suatu kenyataan yang teguh dan
kokoh, yang tidka tercampuri oleh keraguan dan kebimbangan.
Dengan kata
lain, keimanan yang pasti tidak terkandung suatu keraguan apapun pada orang
yang menyakininya. Dan harus sesuai dengan kenyataannya; yang tidak
menerima keraguan atau prasangka. Jika hal tersebut tidak sampai pada singkat
keyakinan yang kokoh, maka tidak dinamakan aqidah. Dinamakan aqidah, karena
orang itu mengikat hatinya diatas hal tersebut.
Aqidah yang
benar tidak mengagungkan akal diatas segalanya, sebagaimana yang telah banyak
dilakukan oleh ilmuwan Barat, seperti Socrates, Aristoteles, Plato, Dante
Alighieri, dan kawan-kawannya. Ketika akal dipuja-puja maka yang terjadi adalah
kebuntuhan ilmu dalam segala bidang dan matinya hati untuk mengenal Tuhannya.
Dan menghilangkan eksistensi dirinya sebagai hamba dan khalifah.
Oleh
karenanya aqidah kepada Allah harus diatas segalanya, sehingga Allah melindungi
setiap amaliyah-amaliyah ibadah, sebagaimana Allah berfirman,
"Sesungguhnya mereka itu orang-orang muda yang beriman kepada Tuhan
mereka, dan Kami menambah buat mereka hudan (petunjuk).”(al-Kahfi, 18:13)
2.
Pilar
Ilmu (Syariah)
Muncul
sebuah pertanyaan dari Prof.
Muhammad Naquib Al Attas yang diajukan kepada murid-muridnya, “kalian ingin
menjadi Harun al Rasyid (Khalifah Abbasiyah paling terkenal) atau Abu Hanifah
(salah seorang ulama’ mahdzab)?, siapa yang masih bisa “abadi” hingga
sekarang?, tentu Imam Abu hanifah. Meski beliau pernah dipenjara dalam masa
kekhalifahan Abbasiyah, tetapi hasil ijtihadnya dalam ilmu fiqh tetap
terpelihara sampai sekarang. Sementara Harun al Rasyid, ia memang pernah
berjaya dalam satu fase peradaban Islam, tetapi hanya pada masanya. Hal ini
menunjukkan bahwa jika peradaban berlandaskan kekuasaan akan mudah musnah dan tidak akan pernah bertahan lama,
sedangkan jika peradaban yang berlandaskan pada ilmu akan bertahan lama sampai hari kiamat. Kekuasaan tentu
penting, tetapi kekuasaan hanya bagian kecil dari peradaban Islam.
Karena peradaban juga dibangun berlandaskan ilmu, maka tidak setiap muslim
tidak boleh meninggalkan ilmu, khususnya adalah ilmu agama yang sifatnya fardhu ‘ain dan juga ilmu-ilmu yang lain
yang sifatnya fardhu kifayah.
Sehingga yang sangat banyak berperan disini adalah lembaga pendidikan yang
mampu mengintegrasikan kedua ilmu tersebut. Rasulullah diutus untuk urusan
(ilmu) agama (umurid-din), sementara antum
a’lamu liumurid-dunyakum. Jika urusan agama beres, maka urusan-urusan dunia
(umurid-dunya) akan mengikutinya.
3.
Pilar
Adab (Akhlaq)
Konsep adab
dalam Islam disampaikan oleh Prof. Syed Muhammad Naquib al-Attas, pakar
filsafat dan sejarah Melayu. Menurut Prof. Naquib al-Attas, adab adalah
“pengenalan serta pengakuan akan hak keadaan sesuatu dan kedudukan seseorang,
dalam rencana susunan berperingkat martabat dan darjat, yang merupakan suatu
hakikat yang berlaku dalam tabiat semesta.” Pengenalan adalah ilmu; pengakuan
adalah amal. Maka, pengenalan tanpa pengakuan seperti ilmu tanpa amal; dan
pengakuan tanpa pengenalan seperti amal tanpa ilmu. ”Keduanya sia-sia karana
yang satu mensifatkan keingkaran dan keangkuhan, dan yang satu lagi mensifatkan
ketiadasedaran dan kejahilan.”[4]
Begitu
pentingnya masalah adab ini, maka bisa dikatakan, jatuh-bangunnya umat Islam,
tergantung sejauh mana mereka dapat memahami dan menerapkan konsep adab ini
dalam kehidupan mereka. Manusia yang beradab terhadap orang lain akan paham
bagaimana mengenali dan mengakui seseorang sesuai harkat dan martabatnya.
Martabat ulama yang shalih beda dengan martabat orang fasik yang durhaka kepada
Allah. Jika al-Quran menyebutkan, bahwa manusia yang paling mulia di sisi Allah
adalah yang paling takwa (QS 49:13), maka seorang yang beradab tidak akan lebih
menghormat kepada penguasa yang zalim ketimbang guru ngaji di kampung yang
shalih.
Dengan
demikian, adab harus dimiliki oleh muslim yang akan membangun peradaban Islam.
Adab pertama kali yang harus dimiliki
adalah adab kepada Allah karena ketika kita sholat, mengaji tidak menggunakan
adab yang benar kepada sang Khaliq, maka sia-sialah perbuatan kita, kedua adab kepada Rasulullah sebagai
pembawa risalah dan memberikan uswatun
hasanah serta memberikan jalan terang pada kita untuk menikmati Islam
sebagai agama rahmat lil ‘alamin.
Sedangkan yang ketiga adalah adab
kepada orang tua untuk selalu menjaga perasaan dan kasih sayang terhadapnya.
Yang keempat, adab terhadap guru yang
telah memberikan ilmu dengan segala kesabaran dan keikhlasannya. Kelima, adab terhadap sesama makhluk dan
alam semesta yaitu menjaga tali silaturrahim, saling hormat menghormati,
toleran, dan menjaga keberlangsungan hidup alam semesta.
Bahwa
menurut Hasyim Asy’ari ”at-Tawhīdu
yūjibul īmāna, faman lā īmāna lahū lā tawhīda lahū; wal-īmānu yūjibu
al-syarī’ata, faman lā syarī’ata lahū, lā īmāna lahū wa lā tawhīda lahū; wa
al-syarī’atu yūjibu al-adaba, faman lā ādaba lahū, lā syarī’ata lahū wa lā
īmāna lahū wa lā tawhīda lahū.” (Hasyim Asy’ari, Ādabul Ālim
wal-Muta’allim, Jombang: Maktabah Turats Islamiy, 1415 H). hal. 11). (Jadi,
secara umum, menurut Kyai Hasyim Asy’ari, Tauhid mewajibkan wujudnya iman.
Barangsiapa tidak beriman, maka dia tidak bertauhid; dan iman mewajibkan
syariat, maka barangsiapa yang tidak ada syariat padanya, maka dia tidak
memiliki iman dan tidak bertauhid; dan syariat mewajibkan adanya adab; maka
barangsiapa yang tidak beradab maka (pada hakekatnya) tiada syariat, tiada
iman, dan tiada tauhid padanya).
Ketiga pilar peradaban tersebut tidak dapat terpisahkan, terbukti jika
seseorang memiliki tidak memiliki aqidah walaupun memiliki ilmu dan karakter
baik maka akan terjadi kekufuran dalam dirinya dan tentunya akan menghilangkan
perasaan hamba dalam dirinya yang kemudian muncul kesombongan. Namun jika
seseorang memiliki aqidah kuat dan ilmu yang tajam, namun tidak memiliki adab
maka akan terjadi penghancuran alam semesta dan kejahiliyahan yang akan
berkuasa, sebagaimana bangsa Arab sebelum Rasulullah di utus. Sedangkan dengan
Ilmu yang sedikit, walaupun akidah dan memiliki adab maka akan terjadi
penyesatan terhadap umat manusia. Oleh karena itu tiga pilar peradaban tersebut
perlu untuk dipegang dan dijalankan secara totalitas sehingga terwujud
peradaban Islam yang baik dalam pan dangan para ulama` sufi. Sebuah peradapan
akan maju kalau semua umat manusia memiliki akhlak yang baik, baik dari segi
moral maupun tingkah laku.
Muhammad Naquib Al Attas menyebut peradaban dengan kata “Tamadun”, yang
berasal dari kata daana (ketaatan)-diinun (agama, hukum)-dainun
(hutang). Sehingga muncul kata tamadun (peradaban) yakni sebuah tempat,
region, atau city yang dikelola berdasarkan (aturan-aturan) agama. Ketika din
(agama) Allah yang bernama Islam telah disempurnakan dan dilaksanakan di suatu
tempat, maka tempat itu diberi nama Madinah. Dari akar kata din dan
Madinah ini lalu dibentuk akar kata baru madana, yang berarti membangun,
mendirikan kota, memajukan, memurnikan dan memartabatkan. Kenapa Prof. Muhammad
naquib Al Attas menggunakan kata “tamaddun”,
karena memiliki kaitan dengan diberlakukannya aturan-aturan agama yang
didalamnya. [5]
D.
Sejarah dalam membangun Peradaban Islam
Dalam perjalanannya Harun
Ar-Rasyid mengalami tantangan besar untuk menerapkan syariatnya dalam kehidupan
manusia, namun pada akhirnya terbentuk pula komunitas Islam yang kuat dan
tangguh dalam menjalankan aturan-aturan Allah. Keberlangsungan syariat tentunya
tidak semulus dan sepanjang zaman untuk terus bertahan dijalankan oleh umat. Tantangan tersebut mulai dihadapi oleh umat ketika moral semakin merosot
dengan budaya jahiliyah dan kesusasteraan jahiliyah mulai merusak peradaban
Islam dengan pemikiran-pemikiran peradaban lainnya, khususnya aktivitas
keilmuan dan filosofis yang dibawa dari budaya helenistik.
Tantangan-tantangan
tersebut dihadapi oleh para cendekiawan muslim dan ulama’
dengan keluasan ilmu dan keikhlasan amal. Pakar Filsafat Islam Alparlan
Acikgenc,[6] sampai pada kesimpulan bahwa
intelektualitas pada abad pertama kemunculan Islam telah memiliki fondasi yang
memadai yang disebut contextual causes untuk kebangkitan aktivitas
keilmuan dan kemunculan tradisi keilmuan dalam Islam.
Kehadiran
Harun Ar-Rasyid telah mampu membawa perubahan
berfikir dan pandangan terhadap sendi-sendi kehidupan, khususnya tentang
masalah kependudukan dan tanggungjawab manusia.
Rasulullah dengan Al Quran telah memberikan motivasi dan penjelasan tentang
tanggungjawab manusia terhadap moral dan relijius sebagai khalifah dimuka bumi
dan alam semesta. Penjelasan Rasulullah tentang konsep wahyu menjadi awal
kemunculan Islamic Worldview bagi umat dimasa kenabian yang kemudian
memunculkan peradaban Islam dimasa setelahnya.
Pada
dasarnya secara kronologis, asal usul kemunculan Islamic worldview dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu: periode Mekah awal, periode Mekah kedua dan
periode Madinah. Pada periode awal Mekah yang dibangun pertama adalah konsep
dan isu teologi seperti konsep tauhid (Tuhan), konsep penciptaan, konsep etika,
konsep akhirat, baik dan buruk. Konsep awal ini merupakan elemen fundamental
dalam Islamic Worldview. Pada periode Mekah kedua mulai dibangun konsep
ilmu, konsep ibadah, konsep agama dan kenabian. Sebenarnya konsep-konsep di
periode kedua ini telah dimiliki oleh kaum muslimin awal (assabikunal
awwalun) sebelum mereka masuk Islam. Setelah mereka menerima Islam, maka
konsep mereka berubah menjadi konsep yang memiliki nilai-nilai keislaman dan
keimanan pada Allah SWT. Sedangkan pada periode Madinah, konsep-konsep seperti
hukum, jihad, persaudaraan, komunitas muslim (ummah) dipadukan dengan
konsep-konsep sebelumnya yang telah mereka terima dari al Qur’an, sehingga
menjadi kesatuan ide yang menyeluruh dengan sebutan Islamic Worldview.
Alparslan menegaskan
bahwa apabila sejarah intelektual Islam pada masa awal dipelajari secara
teliti, maka akan terlihat benih dari beberapa ilmu telah tampak sejak masa
Rasulullah terutama pada periode ketiga, seperti sejarah, hukum, kesusasteraan,
grammar, filsafat, teologi, yang semuanya masih pada tahap awal. Pada akhir abad ke satu
Hijriyah, kebanyakan pengetahuan tersebut telah terakumulasi dalam
disiplin-disiplin ilmu dan berproses untuk menjadi ilmu atau sains.
Dari
tiga periode tersebut, merupakan titik awal berkembangnya peradaban Islam yang
ditandai dengan lahirnya ilmu pengetahuan Islam secara luas dan menyeluruh.
Menurut Alparslan Pada periode awal Islam, ilmu (knowledge) mengacu pada
dua hal, yaitu ‘ilm dan fiqh.’Ilm digunakan oleh Al Qur’an dan
hadits untuk mengacu pada pengetahuan wahyu (revelead knowledge) yang
pasti dan absolute. Sedangkan fiqh lebih bersifat keilmuan dan rasional.[7]
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Harun Ar-rasyid lahir di Rayy, Iran pada tahun 766, Harun Ar-rasyid adalah
khalifah kelima dari kekhalifahan abbasiyah dan memerintah dari tahun
786 hingga 803. Ayahnya bernama Muhammad Al-Mahdikhalifah yang ketiga dan
kakaknya, Musa Al-Hadi adalah khalifah yang keempat. Ibunya bernama Jurasyiyah
wanita mantan Al-Khayzuran, Beliau sangat memilik pengaruh yang besar
terhadap Harun Ar-rasyid.
Beberapa
bidang yang di kembangkan oleh Harun Ar-Rasyid, sebagai berikut:
a. Bidang
pengembangan ilmu pengetauhan
b. Bidang
kesusastraan
c. Bidang
hubungan luar negri
d. Bidang
kesehatan
peradaban Islam yang harus dimiliki dan dilakukan
oleh seorang
muslim adalah tiga pilar tersebut, yaitu:
1.
Pilar Tauhid (Aqidah)
2.
Pilar Ilmu
(syariah)
3.
Pilar Adab
(Akhlaq)
Ketiga pilar
peradaban tersebut tidak dapat terpisahkan, terbukti jika seseorang memiliki
tidak memiliki aqidah walaupun memiliki ilmu dan karakter baik maka akan
terjadi kekufuran dalam dirinya dan tentunya akan menghilangkan perasaan hamba
dalam dirinya yang kemudian muncul kesombongan.
B.
Kata
Penutup
Demikian
makalah sejarah peradapan islam yang berisi tentang HarunAr-Rasyid membangun
universalitas peradapan islam yang dapat penulis sampaikan. Penulis menyadari
bahwa dalam penulisan makalah masih banyak kekurangan dan jauh dari
kesempurnaan, oleh karna itu kritik dan saran sangat penulis harapkan guna
memperbaiki makalah selanjutnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua. Khususnya pembaca. Amin.
[1]
Imam fu`adi, sejarah peradapan islam, (yogyakarta: Teras,2011) hal.
130-131
[2]
Yusufamrullah23.blogspot.in/2014/harun ar-rasyid.html?m=1 diakses tanggal 10
juni 2015
[3]
http:/jurnal pemikiran dan peradapan. Blogspot.com ilmu dan bangunan peradapan
islam. Html diakses pada tgl 10 juni
2015
[4]
Naquib al-Attas, Risalah
untuk Kaum Muslimin, (ISTAC, 2001), hlm
[5]
Ugi Suharto, Peradaban Islam itu di Bangun di
Atas Landasan Ilmu, (Majalah al Haromain edisi 86).hal 10-11.
[7]
Alparslan Acikgenc,Islamic Science, hlm.76