Program
Keluarga Berencana
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan salah satu negara dengan penduduk terbanyak di dunia.
Ledakan penduduk ini terjadi karena laju pertumbuhan penduduk yang sangat
tinggi. Kondisi ini jelas menimbulkan dua sisi yang berbeda. Disatu sisi
kondisi tersebut bisa menjadi salah satu kekuatan yang besar untuk Indonesia.
Tetapi di satu sisi kondisi tersebut menyebabkan beban negara menjadi semakin
besar. Selain menjadi beban negara juga menimbulkan permasalahan lain.
Banyaknya jumlah penduduk yang tidak disertai dengan ketersediaan lapangan
pekerjaan yang mampu menampung seluruh angkatan kerja bisa menimbulkan
pengangguran, kriminalitas, yang bersinggungan pula dengan rusaknya moralitas
masyarakat.
Karena berhubungan dengan tinggi rendahnya beban negara untuk memberikan
penghidupan yang layak kepada setiap warga negaranya, maka pemerintah
memberikan serangkaian usaha untuk menekan laju pertumbuhan penduduk agar tidak
terjadi ledakan penduduk yang lebih besar. Salah satu cara yang dilakukan oleh
pemerintah adalah dengan menggalakkan program KB (Keluarga Berencana). Program
KB pertama kali dilaksanakan pada masa pemerintahan Soeharto yaitu saat Orde
Baru. Melalui KB masyarakat diharuskan untuk membatasi jumlah kelahiran anak,
yaitu setiap keluarga memiliki maksimal dua anak. Tidak tanggung-tanggung, KB
diberlakukan kepada seluruh lapisan masyarakat, dari lapisan bawah hingga
lapisan atas dalam masyarakat. Oleh sebab itu makalah ini disusun untuk
mengetahui seluk beluk mengenai penyelenggaraan KB di Indonesia, mulai dari
sejarah, proses pelaksanaan, kelebihan dan kekurangan dari KB, serta dampak
positif maupun dampak negatf dari pelaksanaan KB.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana sejarah adanya program
KB di Indonesia?
2. Bagaimana peran pemerintah dan
masyarakat dalam program KB?
3. Bagaimana gambaran program KB di
Indonesia?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui sejarah
dan pengertian KB
2. Untuk mengetahui peran dari pemerintah dan masyarakat dalam
pelaksanaan program KB
3. Untuk mengetahui gambaran
pelaksanaan program KB di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Dan Pengertian Keluarga
Berencana
1. Sejarah singkat dan pengertian KB
Pelopor gerakan Keluarga Berencana di Indonesia adalah Perkumpulan Keluarga
Berencana Indonesia atau PKBI yang didirikan di Jakarta tanggal 23 Desember
1957 dan diikuti sebagai badan hukum oleh Depkes tahun 1967 yang bergerak
secara silent operation. Dalam rangka membantu masyarakat yang memerlukan
bantuan secara sukarela, usaha Keluarga Berencana terus meningkat terutama
setelah pidato pemimpin negara pada tanggal 16 Agustus 1967 dimana gerakan
Keluarga Berencana di Indonesia memasuki era peralihan jika selama orde lama
program gerakan Keluarga Berencana dilakukan oleh sekelompok tenaga sukarela
yang beroperasi secara diam-diam karena pimpinan negara pada waktu itu anti
kepada Keluarga Berencana maka dalam masa orde baru gerakan Keluarga Berencana
diakui dan dimasukkan dalam program pemerintah. Struktur organisasi program
gerakan Keluarga Berencana juga mengalami perubahan tanggal 17 Oktober 1968
didirikanlah LKBN yaitu Lembaga Keluarga Berencana Nasional sebagai semi
Pemerintah, kemudian pada tahun 1970 lembaga ini diganti menjadi BKKBN atau
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional yang merupakan badan resmi
pemerintah dan departemen dan bertanggung jawab penuh terhadap pelaksanaan
program Keluarga Berencana di Indonesia.
Keluarga berencana adalah suatu usaha untuk menjarangkan atau merencanakan
jumlah anak dan jarak kehamilan dengan memakai alat kontrasepsi. Keluarga
Berencana yaitu membatasi jumlah anak dimana dalam satu keluarga hanya
diperbolehkan memiliki dua atau tiga anak saja. Keluarga berencana yang
diperbolehkan adalah suatu usaha pengaturan atau penjarangan kelahiran atau
usaha pencegahan kehamilan sementara atas kesepakatan suami istri karena
situasi dan kondisi tertentu untuk kepentingan keluarga, masyarakat, maupun
negara. Dengan demikian KB disini mempunyai arti yang sama dengan pengaturan
keturunan. Penggunaan istilah keluarga berencana juga sama artinya dengan
istilah yang umum dipakai di dunia internasional yakni family planning atau
planned parenthood, sepert yang digunakan oleh International Planned Parenthood
Federation (IPPF) nama sebuah organisasi KB internasional yang berkedudukan di
London. KB juga berarti suatu tindakan perencanaan pasangan suami istri untuk
mendapatkan kelahiran yang diinginkan, mengatur interval kelahiran dan
menentukan jumlah anak sesuai dengan kemampuan serta sesuai dengan situasi
masyarakat dan negara. Dengan demikian KB berbeda dengan birth control yang
artinya pembatasn atau penghapusan kelahiran. Istilah birth control dapat
berkonotasi negatif karena bisa berarti aborsi atau sterilisasi
(pemandulan).
Perencanaan keluarga merujuk kepada pengguanaan metode-metode kontrasepsi
oleh suami istri atas persetujuan bersama diantara mereka, untuk mengatur
kesuburan mereka dengan tujuan untuk menghindari kesulitan kesehatan,
kemasyarakatan dan ekonomi dan untuk memungkinkan mereka memikul tanggung jawab
terhadap anak-anaknya dan masyarakat. Ini meliputi hal-hal sebagai berikut:
a) Menjarangkan anak untuk memungkinkan penyususan daan penjagaan kesehatan
ibu dan anak
b) Pengaturan masa hamil agar terjadi
pada waktu yag aman
c) Mengatur jumlah anak, bukan saja untuk keperluan keluarga malainkan juga
untuk kemampuan fisik, financial, pendidikan dan pemeliharaan anak
2. Kelebihan KB
Kelebihan dari program KB disini
antara lain sebagai berikut :
·
Mengatur angka kelahiran dan jumlah
anak dalam keluarga serta membantu pemerintah mengurangi resiko ledakan
penduduk atau baby boomer
·
Penggunaan kondom akan membantu
mengurangi resiko penyebaran penyakit menular melalui hubungan seks
·
Meningkatkan tingkat kesehatan
masyarakat. Sebab, anggaran keuangan keluarga akhirnya bisa digunakan untuk
membeli makanan yang lebih berkualitas dan bergizi
·
Menjaga kesehatan ibu dengan cara
pengaturan waktu kelahiran dan juga menghindarkan kehamilan dalam waktu yang
singkat.
·
Mengkonsumsi pil kontrasepsi dapat
mencegah terjadinya kanker uterus dan ovarium. Bahkan dengan perencanaan
kehamilan yang aman, sehat dan diinginkan merupakan salah satu faktor penting
dalam upaya menurunkan angka kematian maternal.
Ini berarti program tersebut dapat memberikan keuntungan ekonomi dan kesehatan Keluarga Berencana memberikan keuntungan ekonomi pada pasangan suami istri, keluarga dan masyarakat Dengan demikian, program KB menjadi salah satu program pokok dalam meningkatkan status kesehatan dan kelangsungan hidup ibu, bayi, dan anak. Program KB menentukan kualitas keluarga, karena program ini dapat menyelamatkan kehidupan perempuan serta meningkatkan status kesehatan ibu terutama dalam mencegah kehamilan tak diinginkan, menjarangkan jarak kelahiran mengurangi risiko kematian bayi. Selain memberi keuntungan ekonomi pada pasangan suami istri, keluarga dan masyarakat, KB juga membantu remaja mangambil keputusan untuk memilih kehidupan yang lebih balk dengan merencanakan proses reproduksinya.
Ini berarti program tersebut dapat memberikan keuntungan ekonomi dan kesehatan Keluarga Berencana memberikan keuntungan ekonomi pada pasangan suami istri, keluarga dan masyarakat Dengan demikian, program KB menjadi salah satu program pokok dalam meningkatkan status kesehatan dan kelangsungan hidup ibu, bayi, dan anak. Program KB menentukan kualitas keluarga, karena program ini dapat menyelamatkan kehidupan perempuan serta meningkatkan status kesehatan ibu terutama dalam mencegah kehamilan tak diinginkan, menjarangkan jarak kelahiran mengurangi risiko kematian bayi. Selain memberi keuntungan ekonomi pada pasangan suami istri, keluarga dan masyarakat, KB juga membantu remaja mangambil keputusan untuk memilih kehidupan yang lebih balk dengan merencanakan proses reproduksinya.
B. Peran Pemerintah Dan Masyarakat
Dalam Program KB
1. Peran Pemerintah
Usaha pemerintah dalam menghadapi kependudukan salah satunya adalah
keluarga berencana. Visi program keluarga berencana nasional telah di ubah
mewujudkan keluarga yang berkualitas tahun 2015. Keluarga yang berkualitas
adalah keluarga yang sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang
ideal, berwawasan kedepan, bertanggung jawab, harmonis (Saifudin, 2003).
Program Keluarga Berencana Nasional merupakan salah satu program dalam rangka menekan
laju pertumbuhan penduduk. Salah satu pokok dalam program Keluarga Berencana
Nasional adalah menghimpun dan mengajak segenap potensi masyarakat untuk
berpartisipasi aktif dalam melembagakan dan membudayakan Norma Keluarga Kecil
Bahagia Sejahtera dalam rangka meningkatkan mutu sumber daya manusia Indonesia.
Cara yang digunakan untuk mewujudkan Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera
yaitu mengatur jarak kelahiran anak dengan menggunakan alat kontrasepi
(Wiknjosastro, 2005).
Macam-macam metode kontrasepsi adalah intra uterine devices (IUD), implant,
suntik, kondom, metode operatif untuk wanita (tubektomi), metode operatif untuk
pria (vasektomi), dan kontrasepsi pil (Saifudin, 2003).Kurangnya peran
pemerintah dalam menggalakkan program KB mengakibatkan tingginya pertambahan
pendudukan yang akan meningkatnya tingginya pertambahan penduduk yang akan
menyebabkan meningkatnya kebutuhan pelayanan kesehatan, pendidikan, lapangan
pekerjaan yang cukup, berdampak pada naiknya angka pengangguran dan kemiskinan
(Herlianto, 2008). Cara yang baik dalam pemilihan alat kontrasepsi yaitu ibu
mencari informasi terlebih dahulu tentang cara-cara KB berdasarkan informasi
yang lengkap, akurat dan benar. Untuk itu dalam memutuskan suatu cara
konstrasepsi sebaiknya mempertimbangkan penggunaan kontrasepsi yang rasional,
efektif dan efisien.
KB merupakan program yang berfungsi bagi pasangan untuk menunda kelahiran
anak pertama (post poning), menjarangkan anak (spacing) atau membatasi
(limiting) jumlah anak yang diinginkan sesuai dengan keamanan medis serta
kemungkinan kembalinya fase kesuburan (ferundity) ( Sheilla, 2000 ). Penyuluhan
kesehatan merupakan aspek penting dalam pelayanan keluarga berencana dan
kesehatan reproduksi karena selain membantu klien untuk memilih dan memutuskan
jenis kontrasepsi yang akan digunakan sesuai pilihannya, juga membantu klien
dalam menggunakan kontrasepsinya lebih lama sehingga klien lebih puas dan pada
akhirnya dapat meningkatkan keberhasilan program KB. Penyuluhan kesehatan tidak
hanya memberikan suatu informasi, namun juga memberikan keahlian dan
kepercayaan diri yang berguna untuk meningkatkan kesehatan (Efendy, 2003).
Dengan kesadaran karena adanya informasi tentang berbagai macam alat
kontrasepsi dengan kelebihannya masing-masing, maka ibu-ibu akan termotivasi
untuk menggunakan alat kontrasepsi. Karena Motivasi merupakan dorongan untuk
melakukan suatu perbuatan atau tingkah laku, motivasi bisa berasal dari dalam
diri maupun luar (Moekijat, 2002).
Media adalah salah satu cara untuk menyampaikan informasi. Salah satu
contoh media adalah flip chart yang sering disebut sebagai bagan balik yang
merupakan kumpulan ringkasan, skema, gambar, tabel yang dibuka secara berurutan
berdasarkan topik materi pembelajaran yang cocok untuk pembelajaran kelompok kecil
yaitu 30 orang (Nursalam, 2008 ). Selain itu bagan ini mampu memberikan
ringkasan butir-butir penting dari suatu presentasi untuk menyampaikan pesan
atau kesan tertentu akan tetapi mampu untuk mempengaruhi dan memotivasi tingkah
laku seseorang (Syafrudin, 2008).
Badan dari pemerintah yang mengurus program keluarga berencana adalah BKKBN
(Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. Badan ini mempunyai tugas
melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pengendalian penduduk dan
penyelenggaraan keluarga berencana. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 43, BKKBN menyelenggarakan fungsi:
·
Perumusan kebijakan nasional di
bidang pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana
·
Penetapan norma, standar, prosedur,
dan kriteria di bidang pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga
berencana;
·
Pelaksanaan advokasi dan koordinasi
di bidang pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana;
·
Penyelenggaraan komunikasi,
informasi, dan edukasi di bidang pengendalian penduduk dan penyelenggaraan
keluarga berencana;
·
Penyelenggaraan pemantauan dan
evaluasi di bidang pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga
berencana;
·
Pembinaan, pembimbingan, dan
fasilitasi di bidang pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga
berencana.
2. Peran masyarakat
Berbicara tentang partisipasi masyarakat Indonesia terhadap pelaksanaan KB,
pastinya terdapat kelebihan serta kekurangan dalam partisipasinya. Partisipasi
bersentuhan langsung dengan peran serta masyarakat, baik dalam mengikuti
program tersebut ataupun sebagai aktor pendukung program Keluarga Berencana.
Untuk itu kita akan berbicara mengenai kedua hal tersebut, serta bagaimana
seharusnya kita berperan dalam mendukung kesuksesan KB juga akan sedikit kita
bahas. Pertama, berbicara terkait partisipasi masyarakat terhadap pelaksanaan
KB yang ternyata kenaikannya hanya sedikit bahkan bisa juga disebut dengan
stagnan.
Dalam media massa kompas.com disebutkan bahwa: Dalam lima tahun terakhir,
jumlah peserta keluarga berencana hanya bertambah 0,5 persen, dari 57,4 persen
pasangan usia subur yang ada pada 2007 menjadi 57,9 persen pada tahun 2012.
Sementara itu jumlah rata-rata anak tiap pasangan usia subur sejak 2002-2012
stagnan di angka 2,6 per pasangan. Rendahnya jumlah peserta KB dan tingginya
jumlah anak yang dimiliki membuat jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2030
diperkirakan mencapai 312,4 juta jiwa. Padahal jumlah penduduk saat itu
sebenarnya bisa ditekan menjadi 288,7 juta jiwa. Tingginya jumlah
penduduk ini mengancam pemanfaatan jendela peluang yang bisa dialami Indonesia
pada tahun 2030. Jendela peluang adalah kondisi negara dengan tanggungan
penduduk tidak produktif, oleh penduduk produktif paling sedikit. Kondisi ini
hanya terjadi sekali dalam sejarah tiap bangsa. Agar jendela peluang
termanfaatkan, angka ketergantungan penduduk maksimal adalah 44 persen.
Artinya, ada 44 penduduk tidak produktif, baik anak-anak maupun orangtua,
yang ditanggung 100 penduduk usia produktif berumur 15 tahun hingga 60
tahun.
Menurut Julianto, untuk mencapai angka ketergantungan 44 persen, jumlah
peserta KB minimal harus mencapai 65 persen dari pasangan usia subur yang ada
pada tahun 2015. Sementara itu jumlah anak per pasangan usia subur juga harus
ditekan hingga menjadi 2,1 persen anak pada 2014. Akan tetapi, target ini masih
jauh dari kondisi yang ada. Angka ketergantungan pada 2010 masih mencapai 51,33
persen, turun 2,43 persen dibandingkan dengan tahun 2000. Provinsi yang
memiliki angka ketergantungan 44 persen pada tahun 2000 ada lima provinsi,
tetapi pada 2010 hanya tinggal satu provinsi, yaitu DKI Jakarta. Sebaliknya,
laju pertumbuhan penduduk justru naik dari 1,45 persen pada tahun 2000 menjadi
1,49 persen pada 2010. Persentase kehamilan pada ibu berumur 15-49 tahun pun
naik dari 3,9 persen pada 2007 menjadi 4,3 persen pada 2012. Jumlah pasangan
usia subur yang ikut KB pada 2012 hanya 57,9 persen. Adapun masyarakat yang
ingin ber-KB tetapi tidak terjangkau layanan KB hanya turun dari 9,1 persen
pada 2007 ke 8,5 persen pada 2012.
Terbatasnya dana untuk program KB dan kependudukan menjadi penyebab
utamanya. "BKKBN menargetkan angka ketergantungan 44 persen dapat dicapai
pada 2020. Dengan demikian, jika hasilnya tidak tercapai, masih ada waktu
perbaikan menuju 2030," tambahnya. Ketua Umum Perkumpulan Obstetri dan
Ginekologi Indonesia Nurdadi Saleh mengatakan, jika jumlah penduduk tak
dikendalikan, persoalan fasilitas pendidikan dan fasilitas kesehatan yang
berkualitas dan penyediaan lapangan kerja akan terus menjadi masalah. Karena
itu, semua pihak harus mendorong kembali agar pelaksanaan KB di Indonesia bisa
sukses kembali seperti pada dekade 1990-an.
Angka kenaikan yang cukup stagnan ini tentunya menjadi sebuah pertanyaan
besar, sebenarnya apa yang menjadi permasalahan sehingga partisipasi masyarakat
untuk ikut KB sangat minim. Kita sudah tahu permasalahan yang akan muncul
ketika laju pertumbuhan penduduk tidak dapat dibendung, mulai dari masalah
kemiskinan, SDM rendah dan lain sebagainya. Kalau kita lihat proses sosialisasi
KB sendiri masih menemui banyak kendala, mulai dari masyarakat yang tidak atau
kurang peduli dengan program tersebut sampai pada pelaksanaan program KB
tersebut. Saat ini peran Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) masih minim
dalam menjalankan tugasnya. Hal ini juga ada kaitannya dengan jumlah petugas
yang hanya sedikit, sampai-sampai satu orang harus menghandle 3-4 desa dengan
jumlah penduduk yang mencapai ratusan bahkan ribuan. Seharusnya ada peran dari
masyarakat, missal Ibu-ibu PKK dalam mendukung terwujudnya program ini. Ada
pula indikasi bahwa metode KB yang diterapkan saat ini kurang tepat, sehingga
tidak berjalan maksimal.
Untuk mengatasi permasalahan KB tersebut perlu peran dari semua lapisan
kehidupan, baik pemerintah (dari pusat-kota) hingga masyarakat itu sendiri.
Kepedulian akan tujuan bersama harus ditingkatkan. Perlu juga pelaksanaan KB
yang aman dengan sosialisasi yang baik dari satu keluarga ke keluarga lain.
Penyediaan tempat untuk informasi dan layanan KB yang baik. Pemberian reward
and punishment juga perlu dijalankan dengan baik, agar peraturan yang ada tidak
dilanggar dengan seenaknya saja. Akan tetapi yang paling penting adalah
kesadaran masyarakat itu sendiri dalam melaksanakan program KB bagi dirinya,
keluarga, serta masyarakat. Sebenarnya ada beberapa faktor yang dapat mendorong
terlaksananya program KB dengan baik, diantaranya : faktor ideology, penyediaan
alat kontrasepsi, faktor ekonomi, faktor lokasi sosialisasi program KB, dan
faktor kebijakan negara.
Kedua, kita akan berbicara terkait partisipasi masyarakat terhadap program
KB sebagaimana mereka bertindak sebagai aktor pendukung. Aktor pendukung bisa
berasal dari kalangan mahasiswa, akademisi, medis, sampai aparat pemrintah
(kota sampai desa). Partisipasi mereka dalam meyerukan program KB demi menekan
laju pertumbuhan penduduk serta masalah lain yang mungkin timbul masih belum
maksimal. Seharusnya bekal pendidikan juga bisa dimaksimalkan untuk
sosialisasi, demi partisipasi aktif berbagai elemen dalam mendukung pelaksanaan
program Keluarga Berencana. Sedangkan peran yang perlu kita lakukan dalam
mendukung peningkatan partisipasi masyarakat dalam program KB diantaranya ;
Peran kita dalam mensosialisasikan program KB mulai dari keluarga sendiri,
sampai tetangga kita. Memaksimalkan organisasi masyarakat seperti Karang Taruna
dan PKK untuk mendukung sosialisasi KB di masyarakat dan terakhir kita perlu
membangun jaringan kuat yang mampu berinergi mendukung program KB agar
terlaksana dengan efektif dan efisien.
3. Faktor pendorong masyarakat menggunkan
KB
KB merupakan salah satu sarana bagi setiap keluarga baru untuk merencanakan
pembentukan keluarga ideal, keluarga kecil bahagia dan sejahtera lahir dan
bathin. Melalui program KB diharapkan lahir manusia Indonesia yang berkualitas
prima, yaitu manusia Indonesia yang memiliki kualitas diri antara lain beriman,
cerdas, trampil, kreatif, mandiri, menguasai iptek, memiliki daya juang,
bekerja keras, serta berorientasi ke depan. Karena itu KB seharusnya bukan
hanya menjadi program pemerintah tetapi program dari setiap keluarga masyarakat
Indonesia. Masyarakat memiliki kebebasan untuk memilih metode kontrasepsi yang
diinginkan. Dari hasil wawancara terhadap 40 ibu-ibu di desa “X”, 10 orang di
antara mereka memilih untuk menggunakan metode kontrasepsi sederhana tanpa alat
dan 30 orang lainnya memilih untuk tidak menggunakan metode kontrasepsi ini.
Responden memiliki alasan yang beragam mengenai keputusan untuk menggunakan
atau tidak menggunakan metode kontrasepsi sederhana tanpa alat.
·
Faktor pendorong masyarakat
menggunakan metode kontrasepsi sederhana tanpa alat.
Masyarakat pengguna metode kontrasepsi sederhana tanpa alat memiliki alasan
yang berbeda-beda mengenai hal yang mendorong mereka lebih memilih kontrasepsi
tersebut. Adapun factor pendorong masyarakat memilih metode ini dengan alasan
tidak perlu mengeluarkan biaya untuk alat kontrasepsi. Mereka bisa memanfaatkan
keuangan untuk keperluan rumah tangga yang lain sehingga dapat menghemat
pengeluaran. Serta dapat melibatkan suami dalam penggunaan kontrasepsi ini
seperti pada senggama terputus dimana suami yang memegang peranan penting,
sehingga tidak istri saja yang harus menggunakan kontrasepsi. Mereka juga
beranggapan, dengan tidak menggunakan alat dapat terhindar dari efek merugikan
bahan kimia yang terkandung di dalam alat kontrasepsi. Hal ini juga dapat
menghindarkan diri dari kemungkinan alergi yang ditimbulkan oleh karena
pemakaian alat kontrasepsi. Selain itu, alat kontrasepsi menurut mereka dapat
menyebabkan sakit dalam pamakaiannya, seperti penggunaan KB suntik 3 bulan
dimana akseptor akan mengalami sakit akibat tusukan jarum setiap 3 bulannya.
Siklus menstruasi dapat menjadi tidak teratur serta berat badan akan naik pada
umumnya, sehingga akan mengurangi daya tarik bagi suami mereka karena kenaikan
berat badan yang bertahap. Oleh sebab itu, mereka lebih memilih untuk
menggunakan metode kontrasepsi sederhana tanpa alat.
Berdasarkanhal tersebut telah dijelaskan bahwa untuk menggunakan keluarga
berencana alamiah secara efektif, pasangan perlu memodifikasi prilaku seksual
mereka. Pasangan harus mengamati tanda-tanda fertilitas wanita secara harian
dan mencatatnya. Mengenal masa subur dan tidak melakukan aktifitas seksual pada
masa subur jika tidak menginginkan kehamilan metode kontrasepsi sederhana tanpa
alat tidak mempengaruhi siklus menstruasi wanita. Alasan responden yang beragam
tersebut sesuai dengan kajian teori mengenai metode kontrasepsi sederhana tanpa
alat. Dengan menggunakan metode ini, tidak menimbulkan efek samping bagi tubuh
karena tidak memasukkan benda asing maupun bahan kimia lain. Dalam
penggunaannya pun tidak tergantung dengan tenaga medis, sehingga dapat lebih
ekonomis.
·
Faktor Pendorong tidak Menggunakan
Metode Kontrasepsi Sederhana Tanpa Alat.
Sebagian besar responden di desa “X” tidak menggunakan metode kontrasepsi
sederhana tanpa alat. Dari 40 responden, 30 orang memilih untuk tidak
menggunakan metode KB tanpa alat. Mereka memiliki alasan yang beragam. Pada
umumnya, mereka beralasan bahwa metode tersebut “ribet” karena perlu waktu dan
latihan untuk dapat mengetahui secara tepat masa suburnya. Selain itu,
penentuan masa subur ini tidak dapat dilakukan hanya berdasarkan pengamatan 1
siklus mentruasi saja, setidaknya perlu pengamatan selama 6 bulan untuk lebih
amannya, sehingga dapat terhindar dari kehamilan yang tidak diinginkan. Selain
itu bagi mereka yang mempunyai siklus haid yang tidak teratur akan sulit untuk
menentukan sendiri kapan atau tidak berada pada masa subur. Keefektivan
tergantung dari kemauan, pemahaman dan disiplin pasangan maupun akseptor
sendiri. Oleh karena itu, mereka lebih memilih menggunakan KB dengan alat yang
lebih efektif dan efisien.
Dengan pemakaian yang berkala sehingga mereka tidak perlu ribet lagi untuk
memikirkan cara berhubungan seksual setiap harinya untuk mencegah kehamilan
atau mengatur jarak kehamilannya.Dan ada juga kerugiannya karena metode
kontrasepsi sederhana tanpa alat memerlukan waktu pantang berkala yang relative
lama, sehingga dapat mengurangi keharmonisan rumah tangga. Suami yang tidak
dapat menahan keinginannya untuk melakukan hubungan suami istri, dapat
melampiaskan keinginannya tersebut di luar rumah. Bagi pasangan yang salah
satunya terinfeksi penyakit menular seksual (PMS), metode kontrasepsi sederhana
tanpa alat ini dihindari. Pasalnya, metode ini tidak melindungi pihak yang
tidak terinfeksi, seperti pada penggunaan kondom.
2. Sasaran program KB
Sasaran program KB dibagi menjadi 2 yaitu sasaran langsung dan sasaran
tidak langsung, tergantung dari tujuan yang ingin dicapai. Sasaran langsungnya
adalah Pasangan Usia Subur (PUS) yang bertujuan untuk menurunkan tingkat
kelahiran dengan cara penggunaan kontrasepsi secara berkelanjutan. Sedangkan
sasaran tidak langsungnya adalah pelaksana dan pengelola KB, dengan tujuan
menurunkan tingkat kelahiran melalui pendekatan kebijaksanaan kependudukan
terpadu dalam rangka mencapai keluarga yang berkualitas, keluarga sejahtera.
Ada beberapa sasaran keluarga berencana. Sasaran program keluarga berencana
(KB) nasional lima tahun kedepan seperti tercantum dalam RPP JM 2004-2009
adalah sebagai berikut:
·
Menurunnya rata-rata laju
pertumbuhan penduduk (LPP) secara nasional menjadi satu, 14% per-tahun.
·
Menurunkan angka kelahiran total
FertililtyRate (TFR) menjadi 2,2 perperempuan.
·
Meningkatnya peserta KB Pria menjadi
4,5 %.
·
Meningkatnya pengguna metode
Kontrasepsi yang efektif dan efisisen
·
Meningkatnya partisipasi keluarga
dalam pembinaan tumbuh kembang anak.
·
Meningkatnya jumlah keluarga
prasejahtera dan keluaga sejahtera 1 yang aktif dalam usaha ekonomi
produktif.
·
Meningkatnya jumlah institusi
masyarakat dalam penyelenggraan pelayanan KB dan kesehatan reproduksi
STUDI KASUS PELAKSANAAN KB
Bengkulu Terbaik dalam Pelaksanaan
KB
Selasa, 23 Oktober 2015 | 14:56 WIB
BENGKULU, KOMPAS.com - Pelaksanaan program Keluarga Berencana (KB) di
Provinsi Bengkulu dinilai terbaik secara nasional dari segi angka kelahiran
total (total fertility rate - TFR) maupun tingkat kesertaan KB sebesar 70
persen lebih. Pelaksanaan program KB di Provinsi Bengkulu dilihat dari hasil
survei demografi kesehatan ibu (SDKI) 2007 cukup menggembirakan dengan TFR 2,4,
di bawah TFR nasional 2,6, kata Kepala BKKBN Provinsi Bengkulu Hilaluddin Nasir
di Bengkulu, Selasa (3/11). Dengan TFR 2,6 (nasional) berarti tingkat kemampuan
seorang ibu untuk melahirkan anak mencapai lima sampai enam anak. Sedangkan
dengan TFR 2,4 (Bengkulu) berarti tingkat kemampuan seorang ibu untuk
melahirkan anak adalah empat sampai lima anak. "Penilaian terbaik nasional
itu dilontarkan Kapuslitbang KB - KR, Dr Ida Bagus Permana pada Workshop
Faktor-faktor Penurunan Fertilitas di Bengkulu, 28 Oktober lalu," kata
Hilaluddin didampingi Kasi AKIE, Sohibi. Tingkat kesertaan KB di Provinsi
Bengkulu juga terbaik nasional karena mencapai 73,9 persen atau meningkat 5,7
persen bila dibandingkan dengan hasil SDKI 2002-2003.
Ternyata tingginya kesertaan ber-KB (CPR) ini
memberikan kontribusi yang besar untuk menurunkan TFR, katanya. Pencapaian
angka CPR di daerah ini sebesar 70 persen lebih merupakan angka pencapaian
terbaik nasional yang patut diakui. Hal itu menunjukkan partisipasi masyarakat
di daerah itu telah tumbuh dan berkembang melalui peran pelaksana dan pengelola
KB. Dia mengatakan pencapaian angka tersebut akan diusahakan lebih meningkat
pada masa mendatang, sebagai wujud kontribusi nyata Provinsi Bengkulu dalam
menunjang pelaksanaan Program KB Nasional, hingga pertumbuhan penduduk dapat
ditekan melalui pemahaman tentang program KB di tengah masyarakat, katanya.
Dikatakannya, Kapuslitbang KB-KR berharap dengan pencapaian angka CPR 73,9
persen, angka TFR di daerah itu akan menjadi 2,0. Angka TFR sebesar itu dapat
disebabkan peserta KB aktif pada usia paritas tua, masih tingginya usia
pernikahan dini penggunaan alat kontrasepsi yang kurang efektif berupa kondom
dan pil. Untuk mengatasi hal itu, diperlukan perubahan pola yang diperankan
pengelola dan pelaku KB di lapangan untuk memberikan pemahaman tentang KB dan
kesehatan reproduksi. Diperlukan langkah nyata dengan melakukan pendekatan
sosialisasi dalam penggunaan kontrasepsi yang efektif. Juga diperlukan peran
pengambil kebijakan dalam menekan angka pernikahan pada usia 21 tahun ke atas
dan perlunya peserta KB aktif pada usia muda dengan paritas rendah, katanya.
Daftar Pustaka
Abd ar-Rahim ‘Umran. 1997. Islam dan KB. Jakarta:
Lentera
Hartanto, Hanafi. 2004.Keluarga Berencana dan
Kontrasepsi.Jakarta: Pustaka Sinar Harapan
Masjfuk Zuhdi. 1991. Masail Fiqhiyah. Jakarta: CV Haji
Mas Agung
Prawirohardjo, Sarwono. 2006. Buku Panduan Praktis
Pelayanan Kontrasepsi.Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Prihatmiati, Atiek. 2003. Beberapa Faktor yang
Berkaitan dengan Pemilihan Type Alat Kontrasepsi Suntik pada Ibu Menyusui
Tidak ada komentar:
Posting Komentar