Selasa, 21 Februari 2017

MANAJEMEN PENGEMBANGAN MUTU TENAGA PENDIDIK



MANAJEMEN PENGEMBANGAN MUTU
TENAGA PENDIDIK
A.  Deskripsi Teori
1.    Mutu Tenaga Pendidik
a.    Pengertian mutu tenaga pendidik (Guru)
Pengertian mutu dalam konteks pendidikan  mengacu pada masukan, proses, keluaran dan dampaknya. Mutu masukan dapat dilihat dari berbagai sisi. Pertama, kondisi baik atau tidaknya masukan sumber daya manusia seperti kepala sekolah, guru, staf tata usaha, dan siswa. Kedua, memenuhi atau tidaknya kriteria masukan material berupa alat peraga, buku-buku kurikulum, prasarana dan sarana sekolah. Ketiga, memenuhi atau tidaknya kriteria masukan yang berupa alat lunak, seperti peraturan struktur organisasi, deskripsi kerja, dan struktur organisasi. Keempat, mutu masukan yang bersifat harapan dan kebutuhan seperti visi, motivasi, ketekunan dan cita-cita. Pendidikan dikatakan bermutu jika mampu melahirkan keunggulan akademik dan ekstrakulikuler pada peserta didik yang dinyatakan lulus untuk suatu jenjang pendidikan atau menyelesaikan program pembelajaran tertentu.[1]
Tenaga pendidik sebagai seorang  pendidik, sangat berpengaruh dalam menghasilkan kualitas proses pembelajaran yang tinggi, guru sebagai pimpinan kelas membutuhkan kompetensi dan sertifikasi sebagai seorang tenaga pendidik. Pendidik (Guru) yang professional terbentuk dari adanya kompetensi yang dimiliki pendidik (guru), serta memiliki sertifikasi yang baik dari pemerintah, sebagai seorang tenaga pendidik. Pendidik (Guru) membutuhkan kemampuan yang baik dalam mengelola proses pembelajaran, adanya kompetensi dan sertifikasi pada diri pendidik (guru) akan memudahkan dalam pengelolaan kegiatan pembelajaran di sekolah, mutu seorang guru yang baik, memiliki pola berfikir yang kreatif, inovatif, dan memiliki keterampilan yang baik dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sebagai tenaga pendidik. Berfikir kreatif dan inovatif sangat dibutuhkan oleh tenaga pendidik  (guru), hal ini akan terbentuk dengan adanya landasan dan kemampuan dalam mengembangkan proses pembelajaran di sekolah.[2]
Menurut Sallis, dalam bukunya Sudarwan Danim, mutu dapat diartikan sebagai derajat kepuasan luar biasa yang diterima oleh customer sesuai dengan kebutuhan dan keinginan. Adapun menurut achmad dalam bukunya Sudarwan Danim mengemukakan bahwa mutu pendidikan disekolah dapat diartikan sebagai kemampuan sekolah dalam mengelola secara oprasional dan efisien terhadap komponen-komponen yang berkaitan dengan sekolah, sehingga menghasilkan nilai tambah terhadap komponen tersebut menurut norma atau standar yang berlaku.[3]
Menurut Undang-undang No 14 tahun 2005 pasal 1 (1) yang dimaksud “guru yaitu pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah”.[4] Pada pasal 2 ayat (1) menyatakan bahwa “guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.[5]
Pengakuan kedudukan tenaga pendidik (guru) sebagai tenaga profesional tersebut dapat di buktikan dengan sertifikasi pendidikan. Pada pasal 39 (2) UU Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa “Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.[6]
Tenaga pendidik (guru) sebagai tenaga profesional yang merupakan faktor penentu mutu pendidikan harus memiliki ketrampilan manajemen di sekolah dan harus berperan sebagai pengembang budaya belajar siswa. Dalam tingkatan oprasional guru, guru merupakan penentu keberhasilan pendidikan melalui kinerjanya pada tingkat institusional, intruksional, dan eksprensial. Depdikbud menyatakan bahwa guru merupakan sumberdaya manusia yang mampu mendayagunakan faktor-faktor lainnya sehingga tercipta proses belajar mengajar bermutu dan menjadi faktor utama yang menentukan mutu pendidikan[7]
Dengan demikian dari pengertian di atas mutu tenaga pendidik (guru) mempunyai peranan dan kunci dalam keseluruhan proses pendidikan. Dalam hal ini kekuatan dan mutu pendidikan suatu negara dapat dinilai dengan mempergunakan faktor mutu tenaga pendidik (guru) sebagai salah satu induk utama. Itulah sebabnya antara lain mengapa mutu tenaga pendidik (guru) merupakan faktor yang mutlak didalam pembelajaran. Makin sungguh-sungguh sebuah pemerintahan untuk membangun negerinya, makin menjadi penting kedudukan mutu tenaga pendidik (guru).
b.    Standar Mutu Tenaga Pendidik (Guru)
Standar yang dijadikan paramenter atau ukuran tinggi rendahnya mutu atau kualitas tenaga pendidik (guru) dalam kinerja ataupun produktivitasnya adalah kompetensi guru. Hal tersebut tercermin dalam PP No 32 Tahun 2013 pasal 2A bahwa: “Standar Kompetensi Lulusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) digunakan sebagai acuan utama Pengembangan Standar Isi, Standar Proses, Standar Penilaian Pendidikan, Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Standar Sarana dan Prasarana, Standar Pengelolaan, dan Standar Pembiayaan”.[8]
Dari ke delapan Standar Nasional Pendidikan tersebut yang sangat berhubungan langsung dengan tugas seorang pendidik adalah standar pendidik dan tenaga kependidikan. Standar pendidik dan tenaga kependidikan dalam SNP pasal 28 (1) bahwa: “Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional”. Sedangkan ayat (2) menjelaskan bahwa: “kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan dengan ijazah dan atau sertifikat keahlian yang relevan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku”. Adapun pada ayat (3) menjelaskan bahwa: “kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi: kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial.[9]
Dari penjelasan di atas dapat di simpulkan, bahwa standar yang dimaksud adalah suatu kriteria yang telah dikembangkan dan ditetapkan berdasarkan atas sumber, prosedur, dan manajemen yang efektif. Sedangkan kriteria adalah sesuatu yang menggambarkan ukuran dan keadaan yang dikehendaki. Sedangkan Secara konseptual, standar juga dapat berfungsi sebagai alat untuk menjamin bahwa program-program pendidikan suatu profesi dapat memberikan kualifikasi kemampuan yang harus dipenuhi oleh calon sebelum masuk kedalam profesi yang bersangkutan.
1)   Profesionalisme Guru
Profesionalisme berasal dari istilah profesional yang dasar katanya adalah profession. Dalam bahasa inggris, profesionalism secara leksikal bearti sifat profesional. Profesionalisme merupakan suatu tingkah laku, suatu tujuan, atau rangkaian kualitas yangg memadai atau melukiskan corak suatu profesi.[10]
Menurut Kunandar profesionalisme merupakan kondisi, arah, nilai, tujuan, dan kualitas suatu keahlian dan kewenangan yang berkaitan dengan mata pencaharian seseorang. Profesi juga diartikan sebagai suatu jabatan atau pekerjaan tertentu yang mensyaratkan pengetahuan dan keterampilan khusus yang diperoleh dari pendidikan akademis yang intensif.[11]
Dengan bertitik tolak dari pengertian di atas, maka pengertian guru profesional adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuannya yang maksimal. Dengan kata lain, guru profesional adalah orang yang terdidik dengan baik, serta memiliki kemampuan yang kaya dibidangnya. Sebagaimana dengan sabda Nabi Muhammad SAW:
عن ابي هريرة رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلي الله عليه وسلم: إِذَا وُسِدًا ْلأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ فَانْتَظِرُ السَّاعَةُ (رواه البخارى)  
“Dari abu Hurairah r.a. ia berkata : Rasulullah saw telah bersabda :Apabila suatu perkara diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya maka tunggulah saat kehancurannya” (HR. Bukhari).[12]

Makna hadits tersebut dapat dipahami bahwa betapa pentingnya keahlian yang harus dimiliki seorang tenaga pendidik untuk melaksanakan tugas-tugas yang telah diamanatkannya, karena tugas mengajar harus dilakukan oleh seorang tenaga pendidik yang benarbenar mempunyai ilmu dibidang kependidikan.
Menurut Dedi Supriadi dan Trianto dalam bukunya Moh Uzer Usman di jelaskan bahwa untuk menjadi guru profesional, guru dituntut memiliki lima kemampuan (skill) yaitu:
a)    Mempunyai komitmen pada peserta didik dan proses belajarnya.
b)   Menguasai secara mendalam materi pelajaran yang akan diajarkan serta cara mengajarnya (menggunakan metode yang sesuai dengan mata pelajaran).
c)    Bertanggung jawab dan memantau hasil belajar peserta didik.
d)   Mampu berfikir sistematis, kritis, taktis dan strategis tentang apa yang dilakukannya, dan belajar dari pengalamannya.
e)    Mereka merupakan bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan profesinya.[13]
Dengan demikian profesionalisme guru merupakan kondisi, arah, nilai, tujuan dan kualitas suatu keahlian dan kewenangan dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang berkaitan dengan pekerjaan seseorang yang menjadi mata pencaharian.[14] Bedasarkan pengertian diatas, pengertian profesionalisme guru adalah suatu pekerjaan yang didalamnya terdapat tugas-tugas dan syarat-syarat yang harus dijalankan oleh seorang guru dengan penuh dedikatif, sesuai dengan bidang keahliannya dan selalu melakukan improvisasi diri.[15]
Dari keseluruhan uraian tantang profesioanalisme guru, disimpulkan hahwa profesionalisme guru merupakan suatu tuntutan profesi keguruan dengan berbagai indikator sebagai alat untuk mencapai visi misi, tentu berfokus dalam bidang pendidikan. Guru dapat dikatakan profesioanal apabila mampu melaksanakan tugas dan syarat profesinya dengan penuh tanggung jawab.
2)   Kompetensi Tenaga pendidik
kompetensi tenaga pendidik (guru) mempunyai banyak makna, Brokke and Stone yang dikutip oleh E. Mulyasa mengemukakan bahwa kompetensi guru sebagai “descriptive of qualitative nature of teacher behavior appears to be entirely meaningful ”(kompetensi guru merupakan gambaran kualitatif tentang hakikat perilaku guru yang penuh arti). Sementara Charles  yang dikutip oleh E. Mulyasa mengemukakan bahwa ”competency as rational performance which satisfactorily meets the objective for a desired condition” (kompetensi merupakan perilaku yang rasional untuk mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan). Sedangkan dalam Undang-undang republik Indonesia nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen, dijelaskan bahwa: “kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, ketrampilan dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. Kopetensi yang dimaksud pada Undang-Undang diatas lebih diperjelas pada permendiknas Nomor 16 tahun 2007 (1)  yang menyatakan bahwa “ guru harus memenuhi standar kualifikasi akademik dan kopetensi guru yang berlaku secara nasional”.[16]
Menurut Oemar Hamalik memberikan syarat agar tenaga pendidik (guru) dalam bekerja dapat melaksanakan fungsinya dan tujuan sekolah, guru harus memiliki kompetensi-kompetensi yaitu sebagai berikut:
a)    Guru tersebut mampu melaksanakan peranan-peranannya secara berhasil.
b)   Guru tersebut mampu bekerja dalam usaha mencapai tujuan pendidikan (instruksional) sekolah.
c)    Guru tersebut mampu melaksanakan peranannya dalam proses mengajar dan belajar dalam kelas.[17]
Dari uraian di atas, nampak bahwa kompetensi mengacu pada kemampuan melaksanakan sesuatu yang diperoleh melalui pendidikan; kompetensi guru menunjuk kepada performance dan perbuatan yang rasional untuk memenuhi spesifikasi tertentu didalam melaksanakan tugas-tugas pendidikan. Dikatakan rasional karena memiliki arah dan tujuan, sedangkan performance merupakan perilaku nyata dalam arti tidak hanya dapat diamati, tetapi mencangkup sesuatu yang tidak kasat mata.
Menurut Undang-undang No 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen pasal 10 di kemukakan bahwa kopetensi guru itu mecakup empat kopetensi yang meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.[18] Dengan demikian di dalam PP No. 32 tahun 2013 pasal 28 tentang Standar Nasional Pendidikan yang tercantum pada ayat 3 menjelaskan bahwa seorang pendidik harus memiliki empat kopetensi yang meliputi:
a.    Kompetensi pedagogik
Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan guru dalam pengolaan pembelajaran peserta didik. Dalam standar nasional pendidikan, penjelasan pasal 28 ayat (3) butir a di kemukakan bahwa kompetensi pedagogik yang dimiliki oleh tenaga pendidik (guru) sekurang-kurangnya meliputi:
1)   Pemahaman wawasan atau landasan kependidikan.
2)   Pemahaman terhadap peserta didik.
3)   Pengembangan kurikulum atau silabus.
4)   Perencanaan pembelajaran.
5)   pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis.
6)   Pemanfaatan teknologi pembelajaran.
7)   Evaluasi hasil belajar.
8)   Pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.[19]
Salah satu betuk oprasional kompetensi pedagogik guru adalah dalam kemampuannya mengembangkan kurikulum pada tingkat pembelajaran, yang mana guru yang memiliki kompetensi pedagogik yang memadai akan selalu berupaya memperbaiki proses pembelajarannya melalui rancangan rencana pembelajaran yang mereka buat. Hal ini sesui dengan yang dikemukakan Parke dan Cobie dalam bukunya Jamil Suprihatiningrum mengemukakan bahwa pengembangan kurikulum pada tingkat pembelajaran yang dilakukan oleh guru merupakan upaya perbaikan kegiatan pembelajaran yang menghubungkan antara teori dan praktik, dan dampaknya terhadap peningkatan prestasi dan perbaikan sikap siswa.[20]
Menurut Slamet PH dalam bukunya Syaiful Sagala menjelaskan bahwa kompetensi pedagogik terdiri dari sub-kompetensi di antaranya;
a)    Berkontribusi dalam pengembangan KTSP yang terkait dengan mata pelajaran yang diajarkan.
b)   Mengembangkan silabus mata pelajaran berdasarkan standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD).
c)    Melaksanakan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) berdasarkan silabus yang telah dikembangkan.
d)   Merancang manajemen pembelajaran dan manajemen kelas.
e)    Melaksanakan pembelajaran pro-perubahan (aktif, kreatif, inovatif, eksperimentatif, efektif dan menyenangkan).
f)    Menilai hasil belajar peserta didik secara otentik.
g)    Membimbing peserta didik dalam berbagai aspek, misalnya: pelajaran, kepribadian, bakat, minat dan karir.
h)   Mengembangkan profesionalisme sebagai guru.[21]
Kaitannya dengan kompetensi pedagogik yang dimiliki oleh seorang guru, Islam memberikan posisi yang mulia, sehingga posisi ini menyebabkan mengapa Islam menempatkan orang-orang yang beriman dan berilmu pengetauhan lebih tinggi derajatnya bila dibandingkan dengan lainnya, sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Qur’an surat Al- Mujadalah ayat 11:
Æìsùötƒ ª!$# tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä öNä3ZÏB tûïÏ%©!$#ur (#qè?ré& zOù=Ïèø9$# ;M»y_uyŠ 4 ª!$#ur $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ׎Î7yz ÇÊÊÈ  
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat". (Al-Mujaadilah: 11).[22]

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kompetensi pedagogik merupakan kemampuan seorang guru dalam mengelola pembelajaran yang dimulai dari bagaimana guru memahamkan peserta didiknya, merancang dan melaksanakan pembelajaran, mengevaluasi hasil belajar, dan membantu peserta didik dalam mengembangkan berbagai potensi yang dimiliki oleh peserta didiknya.
b.    Kompetensi kepribadian
Dalam  Standar Nasional Pendidikan , penjelasan pasal 28 (3) butir b menjelaskan bahwa yang dimaksud Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi siswa, dan berakhlak mulia.[23]
Kompetensi kepribadian sangat besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan perkembangan pribadi para peserta didik. Kompetensi kepribadian ini memiliki peran dan fungsi yang sangat penting dalam membentuk kepribadian anak, guna menyiapkan dan mengembangkan sumberdaya manusia.[24]
Guru adalah panutan, Sebagai panutan guru harus berakhlak mulia dan mampu mempraktikkan apa yang diajarkan dalam kehidupan sehari-hari. Mampu mengerjakan apa yang diajarkan merupakan prinsip yang sangat penting agar guru dapat di percaya oleh masyarakat. Dengan demikian, guru yang memiliki kompetensi kepribadian yang baik akan memengaruhi cara mengajar mereka sehingga berdampak pada peningkatan kualitas pembelajaran.[25]
c.    Kompetensi sosial
          Kompetensi sosial merupakan kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat yang sekurang-kurangnya meliputi:
1)   berkomunikasi lisan, tulisan, dan atau isyarat secara santun.
2)   Menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional.
3)   Bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, pimpinan satuan pendidikan, orang tua atau wali peserta didik.
4)   Bergaul secara santun dengan masyarakat sekitardengan mengindahkan norma serta sistem nilai yang berlaku.
5)   Menerapkan prinsip persaudaraan sejati dan semangat kebersamaan.[26]
Oleh karena itu, kemampuan untuk mendengar, melihat, dan memperhatikan tuntutan dan kebutuhan masyarakat sangat perlu di tingkatkan. Hal ini perlu dilakukan karena guru adalah manusia biasa yang juga merupakan bagian dari masyarakat sehingga keberadaannya di masyarakt harus menunjukkan kompetensi sosial yang baik. Kompetensi sosial sangat penting dimiliki oleh seorang guru karena mempengaruhi kualitas pembelajaran dan motivasi belajar siswa. Hubungan yang akrab antara guru dan siswa menyebabkan siswa tidak takut atau ragu mengungkapkan permasalahan belajarnya. Hubungan yang demikian hanya hanya dapat tercipta bila seorang guru memiliki kemampuan bergaul dan berkomunikasi yang baik. Selain itu untuk menciptakan kultur sekolah yang baik, guru juga harus mampu menciptakan suasana kerja yang baik melalui bergaulan dan berkomunikasi yang baik dengan dengan teman sejawat yang ada di lingkungan sekolah.[27]
d.    Kompetensi Profesional
Kompetensi profesional merupakan kemampuan guru dalam menguasai pengetauhan bidang ilmu pengetauhan, teknologi, dan atau seni dan budaya yang di ampunya yang sekurang-kurangnya meliputi penguasaan: (a). Materi pelajaran secara luas, dan mendalam sesui dengan dengan standar isi program satuan pendidikan, mata pelajaran, dan atau kelompok mata pelajaran yang akan diampu; (b). Konsep dan metode disiplin keilmuan, teknologi, atau seni yang relevan, yang secara konsep tual menaungi atau koheren dengan satuan program pendidikan, mata pelajaran dan atau kelompok mata pelajaran yang akan dia ampu.[28]
Dalam Standar Nasional Pendidikan (SNP), penjelasan pasal 28 (3) butir c dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkan membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan.
Kompetensi profesional yang dimiliki seorang tenaga pendidik (guru) sekurang-kurangnya harus memiliki penguasaan yang diantaranya:
1)   Materi pelajaran secara luas dan mendalam sesuai dengan standar isi program satuan pendidikan, mata pelajaran, dan atau kelompok mata pelajaran yang akan diampu.
2)   Konsep dan metode disiplin keilmuan, teknologi, atau seni yang relevan, yang secara konseptual menaungi atau koheren dengan program satuan pendidikan, mata pelajaran, dan atau kelompok mata pelajaran yang akan diampu.[29]
          Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa penting bagi seorang guru untuk menguasai dan melaksanakan semua indikator yang ada pada masing-masing kompetensi baik kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial maupun profesional. Dari keempat kompetensi tersebut, ialah satu kompetensi yang wajib dimiliki oleh seorang guru adalah kompetensi pedagogik. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa kompetensi pedagogik adalah kemampuan seorang guru dalam melaksanakan mengelola pembelajaraan.
2.    Manajemen Pengembangan SDM
a.    Pengertian Manajemen Pengembangan SDM
Manajemen adalah proses pendayagunaan seluruh sumber daya yang dimiliki organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetpkan. Sedangkan Manajemen sumber daya manusia adalah pendayagunaan, pengembangan, penilaian, pemberian balas jasa, dan pengelolaan individu anggota organisasi atau kelompok pekerja. Manajemen SDM juga menyangkut desain pekerjaan, perencanaan pegawai, seleksi dan penempatan, pengembangan pegawai, pengelolaan karir, kompensasi, dan evaluasi kinerja pengembangan tim kerja. Manajemen sumber daya manusia adalah suatu proses menangani berbagai masalah pada ruang lingkup pegawai, buruh, manajer, dan tenaga kerja lainnya untuk menunjang aktivitas organisasi demi mencapai tujuan yang telah ditentukan.[30] Menurut Hanry L. Sisk mendefinisikan: Management is the coordination of all resources through the processes of planning organizing, directing and controlling in order to attain stated objectives.[31]
Manajemen pengembangan Sumber daya Manusia menurut Gouzali dalam bukunya kadarisman menjelaskan bahwa pengembangan SDM merupakan kegiatan yang harus dilaksanakan oleh organisasi, agar pengetahuan (knowledge), kemampuan (ability), dan ketrampilan (skill) mereka sesuai dengan tuntutan pekerjaan yang mereka lakukan. Dengan demikian, pengembangan SDM merupakan sebuah cara efektif untuk menghadapi tantangan-tantangan yang ada dalam suatu lembaga atau organisasi. Dengan demikian pengembangan SDM merupakan sebuah cara untuk menghadapi tantangan-tantangan, termasuk ketertinggalan SDM serta keragaman SDM yang ada dalam organisasi. Dalam menghadapi tantangan-tantangan unit kepegawaian dan personalia SDM dapat memelihara para SDM yang efektif sesuai dengan program pengebangan sumber daya manusia.[32]
Menurut A. Noe menjelaskan, Human resource management refers to the policies, practices, and system that influnce employes behavior, attitudes, and performance. many companies refer to human resource management as inflowing "people practices. emphasizes that there are several important human resaurce management practices. the strategy underlying these practices needs to be considered to maximize their influence on company performance. as the figure shows, human resource management practices include analyzing and designing work, determining human resource need (HR planning), attracting potential employees (recruiting), choosing employess (selection), teaching employess how to perform their jobs and preparing them for the future (training and development), rewarding employess (compensation), evaluating their performance (performance management), and creating a positive work environment (empoyee relations).[33]
Manajemen sumber daya manusia (human resaurce management) mengacu pada kebijakan-kebijakan, praktik, serta sistem-sistem yang mempengaruhi perilaku, sikap, dan kinerja pegawai. MSDM adalah proses untuk memperoleh, melatih, menilai, dan mengompensasi pegawai, dan untuk mengurus relasi kerja, serta hal-hal yang berhubungan dengan keadilan. MSDM merupakan unsur terpenting dalam setiap organisasi, keberhasilan organisasi utuk mencapai suatu tujuan agar dapat menghadapi tantangan, baik yang bersifat eksternal maupun internal.[34]
Hasibuan dalam bukunya Muhammad Mustari menjelaskan  bahwa manajemen adalah ilmu dan seni yang mengatur proses pemanfaatan sumberdaya manusia dan sumber-sumber lainya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Sementara GR Terry  mengemukakan bahwa manajemen adalah suatu proses yang mempunyai ciri khas yang meliputi segala tindakan-tindakan perencanaan, pengarahan, pengorganisasian, dan pengendalian yang bertujuan untuk menentukan dan mencapai sasaran-sasaran yang sudah di tentukan melalui pemanfaatan berbagai sumber, diantaranya sumberdaya manusia.[35]
Berdasarkan pengertian MSDM diatas, maka dapat disimpulkan bahwa manajemen sumber daya manusia adalah suatu kegiatan yang diterapkan dan harus di laksanakan oleh organisasi untuk peningkatan sumber daya manusia yang diharapkan dapat memperbaiki dan mengatasi kekurangan yang berdampak pada peningkatan kerja organisasi untuk mencapai tujuan dan hasil yang optimal.
b.    Tujuan Pengembangan  Sumber Daya Manusia
Tujuan pengembangan SDM kususnya dalam lembaga pendidikan adalah untuk memperbaiki efektifitas kerja pedidik dalam mencapai hasil-hasil kerja yang telah di tetapkan. Perbaikan efektifitas kerja dapat dilakukan dengan cara memperbaiki pengetahuan, ketrampilan, maupun sikap pendidik terhadap tugas-tugasnya. Dengan demikian, ketrampilan pendidik dalam melakukan tugasnya sebagai pendidik, merupakan salah satu faktor dalam usaha untuk mencapai suksesnya tujuan pendidikan.[36]
Untuk mencapai kebermaknaan sumber daya manusia yang optimal, maka diperlukan manajemen dengan tujuan yang jelas di antaranya:
1)   Tujuan personal (personal objective); yaitu membantu sumber daya manusia untuk mencapai tujuan diri individunya. Tujuan individual ini berentang dari yang sangat teknis sampai dengan yang aspirasi, dan dari tujuan jangka pendek sampai dengan jangka panjang.
2)   Tujuan fungsional (functional objective); MSDM adalah tujuan yang memelihara kontribusi bagian-bagian dalam organisasi agar sumberdaya manusia pada bagian-bagiian itu dapat menjalankan tugas secara optimal. Dengan demikian, manajemen bertugas untuk mengoptimalkan agar setiap sumber daya manusia dapat berkontribusi pada bagian tugas dan fungsi yang dijalankan.
3)   Tujuan organisasional (organizational objective); MSDM dalah tujuan yang terkait dengan tujuan keefektifan organisasi. Tujuan organisasional ini tercermin dari pencapaian kinerja dan produktivitas organisasi. Tujuan manajemen tidak lain agar pengelolaan SDM memberikan kontribusi positif bagi perkembangan organisasi dan pendayagunaan sumber-sumber yang lain.
4)   Tujuan masyarakat (society objective); yaitu tujuan untuk memenuhi kebutuhan dan tantangan yang timbul di masyarakat, sehingga organisasi diharapkan dapat memberi manfaat atau keuntungan bagi masyarakat. Pencapaian tujuan masyarakat merupakan dampak (outcomes) yang itmbul dari pencapaian tujuan sebelumnya yaitu tujuan organisasional.[37]
Peningkatan sumber daya terhadap peningkatan Mutu dan profesionalisme pendidik (guru) dan tenaga kependidikan juga dijadikan sebagai prioritas utama dalam pembangunan pendidikan, karena tenaga pendidik (guru) merupakan salah satu elemen penting dalam sistem pendidikan, bahkan komponen-komponen lain tidak akan berarti banyak apabila guru dalam proses pembelajaran tidak mampu berinteraksi dengan peserta didik dengan baik dan secara sempurna apalagi tidak mampu menghasilkan peserta didik yang berkualitas.[38]
Tujuan manajemen sumber daya manusia pendidikan sebagaimana di kemukakan diatas menunjukkan bahwa tujuan itu berbeda dengan tujuan manajemen sumber daya manusia pada bidang lainnya. Tujuan manajemen sumber daya manusia pendidikan yaitu pencapaian kinerja pendidik untuk menciptakan kondisi kerja yang haronis tanpa pengorbanan unsur-unsur manusia yang terlibat dalam kegiatan pendidikan. Kegiatan manajemen ini terkait dengan kompetensi yang pada gilirannya dapat diukur mutu dan kadar profesionalitasnya. Menurut Subroto dalam bukunya Nurul Ulfatin menjelaskan bahwa pemberdayaan kompetensi pendidik berpengaruh terhadap kinerja pendidik dan kualitas pendidikan. Artinya, manajemen SDM akan baik jika didukung oleh pendidik yang kompeten.
Dalam peningkatan kompetensi pendidik diperlukan manajemen SDM pendidikan yang memadai dari pengampu kebijakan sekolah. Supriadi dalam bukunya Nurul Ulfatin menjelaskan bahwa pelaksanaan kebijakan merupakan prasyarat dalam peningkatan kompetensi pendidik, karena para pendidik merupakan ujung tombak dalam pelaksanaan pendidikan di sekolah.[39]
c.    Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia
Manajemen SDM merupakan bagian dari manajemen yang menerapkan berbagai fungsi, sebgaimana fungsi-fungsi manajemen yag dimaksud dapat di implementasikan dalam MSDM[40]. Secara umum manajemen SDM memiliki  fungsi utama, yaitu fungsi organisasional, fungsi manajerial, dan fungsi oprasional.
1)   Fungsi Organisasional
Pada fungsi organisasional tugas manajemen sumber daya manausia meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian, dan pengawasan atau pengendalian.
2)   Fungsi Manajerial
Manajemen sumberdaya manusia merupakan bagian dari manajemen keorganisasian yang memfokuskan diri pada unsur SDM. Pada fungsi organisasional dan manajerial, lebih melihat manajemen SDM pada tingkat makro.
3)   Fungsi Oprasional
Pada fungsi oprasional manajemen SDM lebih mengarah pada kegiatan antara lain pengadaan, pengembangan, kompensasi, kesejahteraan, dan penilaian. Dengan demikian fungsi oprasional lebih melihat manajemen SDM pada tingkat mikro.[41]
Semua fungsi dalam manajemen tersebut akan dilaksanakan tergantung dengan kebutuhan, apakah akan dilakukan secara sederhana atau dengan tingkat kesulitan yang tinggi, dan dapat menggunakan hanya beberapa fungsi saja. Proses manajemen adalah interaksi dan saling keterkaitan antara beberapa fungsi manajemen yang digunakan. Dalam melakukan tugas manajerial, seseorang tidak terlepas dari kerjasama dengan orang lain dan dilakukan dengan proses step by step of doing something. Model manajemen yang merupakan kegiatan utama manajemen, yaitu: Perencanaan, Pengorganisasian, Pelaksanaan, dan Pengendalian.
1)   Perencanaan: merupakan pemilihan sasaran organisasi atau penentuan organisasi yang kemudian dijabarkan ke dalam bentuk kerjasama dan pembagian tugas.
2)   Pengorganisasian: sebagai wadah atau alat yang dapat digunakan untuk merealisasikan sasaran atau tujuan organisasi yang telah ditetapkan bersama.
3)   Pelaksanaan: dilakukan oleh manajer untuk dapat mangarahkan, mengkoordinasikan, dan mempengaruhi kepada bawahan untuk bekerja dengan sadar dan tanpa paksaan untuk mencapai tujuan.
4)   Pengendalian: upaya untuk melancarkan usaha perbaikan dan pengembangan rencana yang strategis (rencana panjang dengan cakupan yang luas).[42]
d.    Manfaat Pengembangan Sumber Daya Manusia
Manfaat atau faedah suatu program pengembangan SDM kususnya pendidik  dalam suatu organisasi, yang jelas adalah dengan pengembangan pendidik tersebut pendidik akan lebih mudah dalam melaksanakan tugasnya, sehingga akan positif dalam menyumbang tenaga dan pikiran bagi organisasi.
Pengembangan tenaga pendidik (guru) tersebut, merupakan kegiatan yang harus dilaksanakan oleh organisasi, agar pengetauhan, kemampuan, dan ketrampilan pendidik sesui dengan tuntutan pekerjaan yang mereka lalukan. Dengan kegiatan pengembangan pendidik tersebut maka diharapkan dapat memperbaiki dan mengatasi kekurangan dalam melaksanakan pekerjaan dengan lebih baik, sesui dengan perkembangan ilmu dan teknologi yang digunakan oleh organisasi. Pengetauhan berkaitan erat dengan kecerdasan dan intelektual para pegawai kususnya tenaga pendidik, mengembangkan pengetauhan para pendidik berarti meningkatkan kemampuannya dalam melaksanakan tugasnya. Gouzali dalam bukunya Kadarisman menjelaskan bahwa manfaat yang diperoleh dalam kegiatan pengembangan SDM diantaranya.
1)   Pendidik atau organisasi akan berkemampuan menyesuaikan diri dengan kebutuhan sekarang.
2)   Pendidik akan mempunyai SDM yang selalu tampil dalam melaksanakan pekerjaanya.
3)   Pendidik akan mampu menjawab tantangan perkembangan keadaan masa depan.
4)   Pendidik dapat meningkatkan prestasinya secara individual.[43]
Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa pengembangan SDM menunjukan bahwa pengembangan SDM tersebut dapat memberikan suatu upaya repositioning yang berdasarkan pada tranformasi peran pegawai atau pendidik yang berupa kemampuan, cara kerja, cara berfikir, sehingga dapat melakukan proses repositioning bagi pegawai dengan baik.
e.    Langkah-langkah Pengembangan SDM
Langkah-langkah dalam pengembangan sumber daya manusia dalam bukunya Sondang P. Siagian menjelaskan ada beberapa langkah dalam pengembangan sumber daya manusia yaitu:
1)   Penentuan kebutuhan, merupakan cara atau langkah sebelum dilakukannya pengembangan SDM, langkah ini digunakan sebagai persiapan dalam menghadapi permasalahan yang ada pada saat ini dan juga mencegah adanya masalah-masalah yang akan datang.
2)   Penentuan sasaran, dalam penentuan sasaran yang dilakukan pertama kali adalah menetapkan semua sasaran gunanya untuk mengetauhi sasaran tersebut ialah:
1.    Sebagai tolak ukur kelak berhasil dan tidaknya pengembangan sumber daya manusia.
2.    Sebagai bahan dan usaha menentukan langkah selanjutnya seperti isi program, dan metode yang akan digunakan selanjutnya. Melalui penentuan sasaran mampu mengambil manfaat yang sebesar-besarnya dalam pengembangan sumber daya manusia.
3)   Penentuan program ditentukan oleh dua faktor yaitu:
a.    Hasil analisis penentua kebutuhan.
b.    Sasaran yang hendak dicapai.
Salah satu hal yang ingin dicapai dalam penentuan program adalah mengerjakan keterampilan tertentu pada umumnya. Misalkan berupa keterampilan baru yang belum pernah dimiliki oleh pekerja sebelumnya.
4)   Identifikasi prinsip belajar, pada dasarnya prinsip belajar digunakan sebagai tolak ukur tercapai dan tidaknya pengembangan sumber daya manusia. Dalam hal ini ada lima yang dapat dijadikan tolak ukur yaitu:
a.    Partisipasi (berbaur dengan lainnya)
b.    Repetisi (pengulangan)
c.    Relevansi
d.    Pengalihan
e.    Umpan balik (feedback)
5)   Pelaksanaan program, pengembangan sumber daya manusia sangat  situasional sifatnya. Artinya, dengan penekanan pada perhitungan kepentingan organisasi dan kebutuhan para peserta, penerapan prinsip-prinsip belajar dapat berbeda dalam aksentuasi dan intensitasnya yang pada gilirannya akan tercermin pada penggunaan teknik-teknik tertentu dalam proses belajar mengajar. Kemudian teknik-teknik dalam pelaksanaan program berikut ini:
a.    pengembangan pada jabatan.
b.    Rotasi pekerjaan.
c.    Sistem magagng.
d.    Sistem ceramah.
e.    Pelatihan vestibul (pelatihan dalam bidang teknik atau cara-cara secara langsung).
6)   Penilaian pelaksanaan program pengembangan, penilaian dapat diambil dari dua hal yaitu:
a.    Peningkatan kemampuan dalam pelaksanaan tugas.
b.     Perubahan perilaku yang tercermin pada sikap, disiplin dan etos kerja.[44]
Dari semua pemaparan yang telah dijelaskan diatas bahwa langkah-langkah dalam pengembangan sumber daya manusia ada enam yaitu penentuan kebutuhan, penentuan sasaran, penentuan program, identifikasi prinsip belajar, pelaksanaan program dan penilaian program.

3.    Keberlanjutan Pengembangan Mutu Tenaga Pendidik
a.    Pengertian Keberlanjutan Pengembangan Mutu Tenaga Pendidik
Pengembangan keprofesian berkelanjutan berdasarkan peraturan menteri negara dan pendayagunakan aparatur negara dan reformasi birokrasi No. 16 Th 2009 tentang jabatan fungsional guru yang dimaksud pengembangan keprofesian berkelanjutan adalah pengembangan kompetensi guru yang dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan, bertahap, berkelanjutan untuk meningkatkan profesionalitasnya sehingga wajib melaksanakan kegiatan pengembangan keprofesian berkelanjutan yaitu pengembangan diri, publikasi ilmiah, dan atau pengembangan karya inovatif.[45]
Pengembangan merupakan usaha mengurangi atau menghilangkan terjadinya kesenjangan antara kemampuan karyawan dengan yang dikehendaki organisasi. Usaha tersebut dilakukan melalui peningkatan kemampuan kerja yang dimiliki karyawan dengan cara menambah pengetahuan dan keterampilan serta merubah sikap. Begitu juga dalam organisasi pendidikan, guru dan karyawan pendidikan juga berhak mendapatkan pengembangan, baik yang dilakukan oleh suatu lembaga tertentu maupun dalam organisasi pendidikan tersebut.
Menurut Andrew F. Sikula, “Development in reference to staffing and personel matters, is a long term educational proces utilizing a systematic and organized procedure by wihch mangerial personel learn conceptual and theoretical knowledge for general puposes” atau “Pengembangan yang mengacu pada staf dan personel adalah suatu proses pendidikan jangka panjang dengan menggunakan suatu prosedur yang sistematis dan terorganisasi di mana manajer belajar pengetahuan konseptual dan teoretis untuk tujuan umum”.[46]
Bagi Castetter pengembangan diartikan sebagai upaya individu guru untuk menumbuhkan dirinya sendiri supaya dapat mengembangan tugas kewajibannya, sedangkan in-service education berangkat dari keadaan guru yang belum memenuhi persyaratan baik dari segi penguasaan bahan, keterampilan maupun metodologi dalam melaksanakan tugasnya. Dalam tulisan ini istilah pengembangan guru diartikan sebagaimana konsep Flippo yang menunjukkan suatu pengertian antara staff development dengan in-service education. Berdasarkan pengertian Flippo tersebut, pengembangan guru sesungguhnya akan memberikan dampak positif tidak hanya bagi institusi namun juga bagi individu yang terlibat. Sebab lain institusi akan menerima kenaikan produktivitas, loyalitas serta efisiensi biaya, sehingga pada saat yang sama individu akan lebih percaya diri dalam meniti masa depan pengembangan karirnya.[47]
Pengembangan mutu Pendidik merupakan hal yang harus dilakukan kepala sekolah dalam manajemen personalia pendidikan, yang bertujuan untuk mendayagunakan tega pendidik secara efektif dan efisien untuk mencapai hasil yang optimal. Pengembangan tenaga pendidik merupakan kegiatan untuk menentukan kebutuhan pegawai, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Dalam penyusunan rencana personalia yang sangat memerlukan informasi yang lengkap dan jelas tentang pekerjaan dan tugas yang harus dilakukan oleh pendidik (guru).[48]
Trianto menjelaskan bahwa Pengembangan pendidik merupakan upaya gigih, ulet, dan tabah dari seorang pendidik  yang terus menerus memaksialkan kemampuannya dalam mengidentifikasi dan menyelesaikan permasalahan serta untuk memantapkan kemajuan pendidikan. Pengembangan profesi pendidik (guru) merupakan kegiatan yang dilakukan oleh guru dalam rangka pengamalan ilmu dan pengetauhan, teknologi serta ketrampilan untuk meninngkatkan mutu bagi proses belajar mengajardan profesionalisme bagi tenaga pendidik lainnya maupun dalam rangka untuk menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi pendidikan.[49] Adapun dalam tahap identifikasi pengadaan bidang kegiatan dari tiap langkah manajemen pengembangan mutu tenaga pendidik (guru) tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut:
1)   Penentuan Kebutuhan Guru (Need Assesment)
       Kebutuhan di tentukan berdasarkan faktor-faktor deskripsi pekerjaan (Job description) dan spesifikasi pekerjaan (Job specification). Analisis jabatan merupakan kegiatan yang berfungsi untuk membantu pelaksanaan manajemen dalam rekrutmen pegawai sebagai upaya menyediakan kebutuhan pegawai. Analisis kebutuhan didasarkan pada jenis pekerjaan, sifat pekerjaan, perkiraan beban kerja, perkiraan kapasitas pegawai, jenjang dan jumlah pegawai yang tersedia. Analisis kebutuhan juga dapat sebagai pedoman bagi penerimaan dan penempatan, penentuan jumlah pegawai, dan landasan kegiatan manajemen sumberdaya manusia.
Analisis kebutuhan sebagai pedoman untuk menentukan syarat-syarat yang diperlukan dalam penerimaan dan penempatan pegawai. Ketepatan penerimaan  dan penempatan pegawai dipengaruhi oleh syarat yang dimiliki oleh pegawai. Analisis kebutuhan merupakan pedoman dalam kegiatan manajemen sumber daya manusia lain, yaitu untuk pedoman dalam hal mutasi, promosi, pelatihan, kompensasi, dan kebutuhan peralatan.[50]
2)   Rekrutmen
Dalam dunia pendidikan, rekrutmen diartikan sebagai kegiatan menarik sejumlah personil yang dibutuhkan dalam suatu sistem pendidikan, yang memenuhi kualitas tertentu. Tujuannya adalah untuk memenuhi kebutuhan personil baik jangka pendek maupun jangka panjang. Sebagai bagian dari kegiatan “the biring function” kegiatan rekrutmen ditindaklanjuti dengan kegiatan seleksi atau keputusan tentang identifikasi personil yang cocok dengan kebutuhan. Berkaitan dengan itu Kaufman dalam bukunya Sanusi Uwes mengemukakan adanya kesatuan antara identifikasi kebutuhan, penentuan persyaratan personil untuk memenuhi kebutuhan, strategi seleksi, evaluasi efektivitas penampilan sesuai kebutuhan dan kesiapan merubah langkah-langkah yang diperlukan buat mencapai sistem pendidikan yang responsif, efektif dan efisien.[51]
3)   Seleksi dan penempatan
Seleksi dan penempatan staf, pada dasarnya dikerjakan bukan hanya pada saat staf baru diterima, namun dikerjakan secara terus menerus sejauh apa yang diharapkan dari tugasnya dapat dikerjakan dengan baik. Dalam rotasi kegiatan pengembangan organisasi, kegiatan ini terletak sesudah penilaian dan pengendalian namun sebelum lepas landas pelaksanaan rencana strategis.
Secara definitif, proses seleksi merupakan proses pembuatan keputusan untuk memilih seseorang, menduduki suatu posisi berdasartan tingkat tertinggi karakter yang diperlukan, sesuai dengan persyaratan tuntutan kerja yang ditawarkan. Dalam hal penempatan, sesungguhnya tidak terbatas pada pendidik (guru) yang baru diangkat, namun termasuk halyang harus dikelola bagian personil adalah penempatan staf pendidik yang lama.
Dalam pengembangan karir Gisbon and Hunt menekankan pentingnya memahami konsep staf tentang kerja. Sedangakan bagi jabatan fungsional pengembangan di tunjukan pada peningkatan pengetauhan dan ketrampilan teknis, khususnya proses belajar mengajar, penelitian, pengabdian, dan pembimbingan sehingga performance kerja lebih baik. Terdapat berbagai sumber untuk menentukan apa yang paling dominan di butuhkan pendidik (guru) dalam rangka menunjang pelaksanaan tugas Tri Dharmanya.[52]
b.    Tujuan keberlanjutan Pengembangan  Pendidik (guru)
Tujuan pengembangan keprofesian berkelanjutan (PKB) adalah untuk meningkatkan kualitas layanan pendidikan di sekolah atau madrasah dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan.
Sedangkan secara khusus tujuan pengembangan keprofesian berkelanjutan adalah sebagai berikut;
1)   Meningkatkan kompetensi guru untuk mencapai standar kompetensi yang ditetapkan dalam  peraturan perundangan yang berlaku.
2)   Memutakhirkan kompetensi guru untuk memenuhi kebutuhan guru dalam perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni untuk memfasilitasi proses pembelajaran peserta didik.
3)   Meningkatkan komitmen guru dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai tenaga profesional.
4)   Menumbuhkan rasa cinta dan bangga sebagai penyandang profesi guru.
5)   Meningkatkan citra, harkat, dan martabat profesi guru di masyarakat.
6)   Menunjang pengembangan karir guru.[53]
Secara khusus dilaksanakannya PKB bagi guru adalah untuk memfasilitasi guru dalam mencapai standar kompetensi yang ditetapkan. memotivasi guru untuk tetap memiliki komitmen melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai tenaga profesional, mengangkat citra, harkat, dan martabat profesi guru, rasa hormat dan kebanggaan sebagai guru yang profesional.[54]
Dalam bukunya sudarwan Danim di jelaskan Bahwa, meningkatkan dan mengembangkan mutu pendidik (guru) perlu mengusahakan dengan berbagai upaya-upaya yang diantaranya dengan melalui pendidikan, pelatihan, dan pembinaan teknis yag dilakukan dengan cara berkesinambbungan di sekolah dan di wadah-wadah pembinaan profesional seperti kelompok keja guru, kelompok kerja kepala sekolah (KKS) dan kelompok kerja penilik sekolah (KKPS).[55]
Program peningkatan kemampuan profesi guru serta mutu guru di sekolah sebaiknya melalui langkah-langkah yang sistematis, yang diantaranya;
a)    Mengidetifikasi kekurangan, kelemahan, kesulitan serta masalah-masalah yang sering dimiliki oleh seorang tenaga pendidik atau pegawai.
b)   Menetapkan program pengembangan yang sekiranya di perlukan untuk mengatasi kekurangan, kelemahan , kesulitan serta masalah-masalah yang sering kali dihadapi oleh guru.
c)    Merumuskan tujuan program pengembangan yag diharapkan dapat dicapai pada akhir program pengembangan.
d)   Melaksanakan program pengembangan dengan materi, metode, dan media yang telah ditetapkan dan dirancang.
e)    Mengukur keberhasilan program pengembangan.
f)    Menetapkan program tindak lanjut pengembangan pegawai pada masa yang akan datang.[56]
Dalam hal sumber daya manusia termasuk kedalam staf guru, manajemen, dan tata usaha, di lembaga pendidikan bukan saja membutuhkan penambahan personil tapi yang terutama adalah dalam hal peningkatan dan pengembangan profesionalitas guru. Idealnya, setiap lembaga pendidikan memiliki program yang komprehensif untuk itu, khususnya untuk meningkatkan kompetensi keprofesionalan guru. Rasionalnya adalah karena guru merupakan personil yang bertanggungjawab dalam memberikan sumbangan pada pertumbuhan dan pengembangan ilmu, mengembangkan intelektual peserta didik.
Bagi Castetter pengembangan diartikan sebagai upaya individu guru untuk menumbuhkan dirinya sendiri supaya dapat mengembangkan tugas kewajibannya, sedangkan in-service education berangkat dari keadaan guru yang belum memenuhi persyaratan baik dari segi penguasaan bahan, ketrampilan maupun metodologi dalam melaksanakan tugasnya. Dalam hal ini istilah pengembangan guru diartikan sebagaimana konsep Flippo yang menunjukkan suatu pengertian antara staff development dengan in-service education. Berdasarkan pengertian tersebut, pengembangan guru sesungguhnya akan memberikan dampak yang positif tidak hanya bagi institusi namun juga bagi individu yang terlibat. Sebab lain institusi akan menerima lenaikan produktivitas, loyalitas serta efisiensi biaya, sehingga akan lebih percaya diri dalam meniti masa depan pengembangan karirnya.[57]
Berdasarkan dari tujuan pengembangan di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam dunia pendidikan pengembangan pada guru dan karyawan sangatlah penting untuk menjadikan guru dan karyawan tersebut bisa semakin meningkatkan keterampilan dan kualitas kinerjanya dalam mengajar. Selain itu yang lebih penting dari adanya pengembangan guru dan karyawan itu mampu menghasilkan guru-guru yang profesional.
Pelaksanaan pengembangan (training and education) harus didasarkan pada metode-metode pengembangan yang telah ditetapkan dalam program pngembangan sebuah lembaga pendidikan. Program pengembangan ditetapkan oleh penanggung jawab pengembangan, yaitu kepala sekolah atau suatu tim. Dalam program pengembangan telah ditetapkan sasaran, proses, waktu dan metode pelaksanaannya. Adapun jenis pengembangan guru dan karyawan pendidikan dapat dikelompokkan atas pengembangan secara informal dan pengembangan secara formal.
a.    Pengembangan secara informal, yaitu guru dan karyawan atas keinginan dan usaha sendiri melatih dan mengembangkan dirinya dengan mempelajari buku-buku atau literatur yang berhubungan dengan keterampilan dan keahliannya. Pengembangan secara informal ini menunjukkan bahwa guru dan karyawan tersebut berkeinginan keras untuk maju dengan cara meningkatkan kemampuan kerjanya. Hal ini bermanfaat bagi sekolah karena prestasi kerja guru semakin besar, di samping efisiensi dan produktivitasnya juga semakin baik.
b.    Pengembangan secara formal, yaitu guru dan karyawan ditugaskan dari pihak sekolah untuk mengikuti pendidikan dan latihan, baik yang dilakukan dari pihak sekolah itu sendiri maupun yang dilaksanakan oleh lembaga-lembaga pendidikan.[58]
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pengembangan profesi tenaga pendidik (guru) dan tenaga kependidikan dituntut untuk selalu mengembangkan dirinya baik yang mengenai materi pelajaran dari bidang studi yang menjadi wewenangnya maupun ketrampilan guru. Tanpa adanya kesadaran pengembangan diri yang dilakukan oleh guru maka peningkatan profesionalisme guru tidak dapat tercapai secara optimal.

B.   Kajian Pustaka
Dalam telaah pustaka ini peneliti akan mendeskipsikan beberapa karya ilmiah yang mendukung penelitian ini.
1.    Tesis yang ditulis oleh saudara Abdul Razak tentang Manajemen Sumber Daya Guru. Penelitian ini tergolong dalam penelitian kualitatif, dalam penelitian ini menemukan bahwa adanya upaya pengembangan sumberdaya manusia (guru) yang dilakukan pihak sekolah diantaranya melalui penyeleksian dan pengembangan profesionalisme guru agar pelajaran yang diberikan sesuai dengan disiplin ilmu yang dimilikinya dan juga pengembangan profesionalisme guru agar pelajaran yang diberikan sesuai dengan disiplin ilmu yang dimilikinya, dan juga pengembangan ini melalui pelatihan dan penataran mata pelajaran.[59]
2.    Tesis yang ditulis oleh saudara Fathul Mujib tentang Strategi Pengembangan Profesionalitas Guru Swasta di MAN Kota Kediri.  Penelitian ini tergolong dalam penelitian kualitatif, dalam penelitian ini memfokuskan kepada guru-guru swasta. Dijumpai bahwa pengembangan profesionalitas guru dilakukan melalui pelatihan dan penataran dan hal ini masih sangat bergantung kepada pihak di luar pemerintah.[60]
3.    Tesis yang ditulis oleh saudari Atin Rahmawati dengan judul Penyelenggaraan Manajemen Sumber Daya Manusia di MAN Yogyakarta. Penelitian ini tergolong dalam penelitian kualitatif, yang mana penelitian ini menemukan hasil penelitian menitik beratkan pada pemberdayaan unsur kepala sekolah, guru, dan tenaga administratif disekolah dengan cara memberi analisis dan uraian yang diberinama jabatan, tugas dan tanggungjawab untuk posisi tersebut.[61]
Berbeda dengan penelitian-penelitian tersebut diatas, peneleitian ini akan lebih memfokuskan pada pembahasan tentang sebuah proses atau usaha yag dilakukan oleh kepala sekolah didalam pengorganisasian dan penggunaan sumber daya secara efektif dan efisien untuk mengembangkan atau meningkatkan mutu para guru yang ada di SMA Islam Karangrayung.


[1] Sudarwan Danim, visi baru manajemen sekolah dari unit birokrasi kelembaga akademik, (jakarta: PT bumi aksara, 2006), hlm. 53.
[2] Nana Suya Permana, Peningkatan Mutu Tenaga Pendidik dengan kompetensi dan sertifikasi guru, Jurnal Ilmiah Bidang Pendidikan, Vol. 11, No 1, 2017.
[3] Sudarwan Danim, Agenda Pembaharuan Sistem Pendidikan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), hlm. 79
[4] Ebook Peraturan Undang-undang Republik Indonesia No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Bab 1 Pasal 1 ayat 1
[5] Ebook Peraturan Undang-undang Republik Indonesia No 14 Tahun 2005  Bab 1 Pasal 2 ayat 1
[6] Ebook Undang-undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional XI pasal 39 ayat 2.
[7] Abdul Hadis,  Manajemen Mutu Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2012), hlm. 5. 
[8] Ebook Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 32 Tahun 2013 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 2 ayat 1.
[9]Hidayati, Manajemen Penddidikan, Standar Pendidik, Tenaga Kependidikan Dan Mutu Pendidikan, Jurnal Al-Ta’lim, (Vol. 21, No. 1, 2014), hlm. 4-46. Diakses pada tanggal 3/10/18.
[10] Jamil Suprihatiningrum, Guru profesional pedoman kinerja, kualitas, dan kompetensi guru , (Jogjakarta: Ar Ruzz Media, 2006),  hlm. 51-52.
[11] Kunandar, Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Persiapan Menghadapi Sertifikasi Guru, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), hlm. 45. 
[12] Imam Abi Abdillah Muhammad Ibn Ismail Ibn Ibrahim Ibn al-Mughirah bin Bardizbah al-Bukhari al-Ja’fiy, Shahih Bukhari, (Beirut: Dar al-Kutb al-Ilmiyah, 1992), Juz I, hlm. 21.
[13] Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), Cet. 19, hlm. 55-46
[14] Kunandar, Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Persiapan Menghadapi Sertifikasi Guru, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), hlm. 45. 
[15] Mujtahid, Pengembangan Profesi Guru, (Malang: UIN Maliki Press, 2011), hlm. 36. 
[16] Mohamad  Mustari, Manajemen Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), Cet.1, hlm. 138-139.
[17] Oemar Hamalik, Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), Cet. 3, hlm. 38.
[18] Ebook Peraturan Undang-undang Republik Indonesia No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Bab IV Pasal 10
[19] Raharjo, Peningkatan Kopetensi Guru Dalam Penyusunan KTSP, Studi tentang efektifitas program SSQ di Madrasah di Kabupaten Pati, hlm. 19.
[20] Jamil Suprihatiningrum, Guru Profesional  Pedoman kinerja, Kualifikasi dan Sertifikasi Guru, hlm. 104-105.
[21] Syaiful Sagala, Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan, (Bandung: Alfabeta, 2009), Cet. 1, hlm. 31-32.
[22]  Departemen Agama RI,  Al- Qur`an dan Terjemahnya, (Bandung: Sygma Examedia Arkanleema, 2009), hlm. 543.
[23] Ebook Undang-Undang No. 20 Tahun 2003, Tentang Standar Nasional Pendidikan, Pasal, 28 ayat 3.
[24] E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, hlm. 117.
[25] Jamil Suprihatiningrum, Guru Profesional  Pedoman kinerja, Kualifikasi dan Sertifikasi Guru, hlm. 106-110.
[26] Raharjo, Peningkatan Kompetensi Guru dalam menyusun KTSP, Studi tentang Efektifitas Program SSQ di Madrasah di kabupaten Pati, hlm. 20.
[27] Jamil Suprihatiningrum, Guru Profesional, Pedoman Kinerja, Kualifikasi, dan Kompetensi Guru, hlm. 112-114.
[28] Raharjo, Peningkatan Kompetensi Guru dalam menyusun KTSP, Studi tentang Efektifitas Program SSQ di Madrasah di kabupaten Pati, hlm. 20.
[29] Jamil Suprihatiningrum, Guru Profesional, Pedoman Kinerja, Kualifikasi, dan Kompetensi Guru, hlm. 115-123
[30] Lijan Poltak Sinambela, Manajemen Sumber Daya Manusia, Membangun Tim Kerja yang Solid untuk Meningkatkan Kinerja, (Jakarta: Bumi Aksara, 2016), hlm. 7.
[31] Hanry L. Sisk, Principles of Management a System Approach to The Management Proces, (Chicago: Publishing Company, 1969), hlm.10.
[32] M. Kadarisman, Manajemen Pengembangan Sumber Daya Manusia, (Jakarta: PT Raja  Grafindo Persada, 2013), Cet. 2, hlm. 5-6.   
[33] A. Noe, Human resource management, Gaining a competitive advantage, (MCGraw-hill/Irwin, 2006), hlm 5.
[34] Nurul Ulfatin, Manajemen Sumberdaya Manusia Bidang Pendidikan, (Jakarta: PT Raja  Grafindo Persada, 2016), Cet. 1, hlm 2-3.
[35] Mohammad Mustari, Manajemen Pendidikan, hlm. 1.
[36] M. Kadarisman, Manajemen Pengembangan Sumber Daya Manusia, hlm. 53-54.
[37] Nurul Ulfatin, Manajemen Sumberdaya Manusia Bidang Pendidikan, hlm. 11-13.
[38] Wahid Tahir, Pengembangan Manajemen Sumberdaya Manusia Terhadap Peningkatan Mutu Pendidikan, Jurnal Vol. 6, No. 1, 2017. Diakses pada tanggal 03/10/2018.
[39] Nurul Ulfatin, Manajemen Sumberdaya Manusia Bidang Pendidikan, hlm. 15-16.
[40] Lijan Poltak Sinambela, Manajemen Sumber Daya Manusia, Membangun Tim Kerja yang Solid untuk meningkatkan kinerja, hlm. 18.
[41]  Nurul Ulfatin, Manajemen Sumberdaya Manusia Bidang Pendidikan, hlm. 22-23.
[42] M. Nazar Almasri, Manajemen Sumber Daya Manusia, Implementasi dalam Pendidikan, http://webcache.googleusercontent.com/ ejournal.uinsuska. ac.id/index.php/Kutubkhanah/article/download, diakses pada tanggal 18/04/2018, Jam 10:43.
[43] M. Kadarisman, Manajemen Pengembangan Sumber Daya Manusia, hlm. 39-41.
[44] Sondang P. Siagian, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2015), Cet. 23, hlm,185-191.
[45] Nanang Priatna, Pengembangan Profesi Guru, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset, 2013), hlm. 191.
[46] Muhammad Minan Zuhri, Pengembangan Sumber Daya Guru dan Karyawan dalam Organisasi Pendidikan, http://webcachegoogleusercontent. journal.stainkudus.ac.id/index.php/Quality/article/download diakses pada tanggal 18/04/18, Jam 15:41.
[47] Sanusi Uwes, Manajemen Pengembangan Mutu Dosen, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), hlm. 39.
[48] E. Mulyasa, Manajemen kepemimpinan kepala Sekolah, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), hlm. 63-64.
[49] Trianto, Pengantar Penelitian Pendidikan bagi Pengembangan Profesi Pendidik dan Tenag Kependidikan, (Jakarta: kencana, 2010), hlm.77.
[50] Nurul Ulfatin, Manajemen Sumberdaya Manusia Bidang Pendidikan, hlm. 45-46.
[51] Sanusi Uwes, Manajemen Pengembangan Mutu Dosen, hlm. 43- 44.
[52] Sanusi Uwes, Manajemen Pengembangan Mutu Dosen, hlm. 54.
[53] Dandun, Pengembangan  Keprofesian  Berkelanjutan, https://jurnal guruprofblog. Wordpress. com/2015/02/13/diakses pada tanggal 25/07/18, jam 10:35.
[54] Agus  Dudung, Pelatihan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan bagi Guru, Jurnal Sarwahita volume 11 No.1, (Yogyakarta:2014), hlm. 16. 
[55] Sudarwan Danim, Agenda Pembaharuan Sistem Pendidikan, hlm. 82.                                                           
[56] Ibrahim Bafadal, Peningkatan Profesionalisme Sekolah Dasar, Dalam Kerangka Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), hlm. 25-26.
[57] Sanusi Uwes, Manajemen Pengembangan Mutu Dosen, hlm. 38-39.
[58] Muhammad Minan Zuhri, Pengembangan Sumber Daya Guru dan Karyawan Dalam Organisasi Pendidikan, http://journal.stainkudus.ac.id/ index.php/Quality/article/download/ diakses pada tanggal 11/05/18 jam 09:54
[59] Abdul Razak, Manajemen Sumberdaya Guru, Tesis, Studi Kasus di MAN Pemalang, (Yogyakarta: Universitas Islam Negri Yogyakarta, 2006).
[60] Fathul Mujib, Strategi Pengembangan Guru Swasta di MAN Kota Kediri, Tesis, ( Yogyakarta: Universitas Islam Negri Yogyakarta, 2003).
[61] Atin Rahmawati, Penyelenggaraan Manajemen Sumber Daya Manusia di MAN Yogyakarta, ( Yogyakarta: Universitas Islam Negri Yogyakarta, 2006).